- Menyaksikan tamparan di pipi pariban dan retaknya pertemanan kedua gadis masih sempat Batara saksikan-
[Maruba Beauty Clinic-Tebing Tinggi]
Seluruh orang di halaman klinik memberi tepuk tangan meriah kala gunting sudah memutuskan pita. Wajah berseri tampak jelas melekat pada gadis pekerja keras. Segala yang diperjuangkan terus berkembang dan menghasilkan cabang baru. Adik ipar menitipkan Chemie pada Antara yang berada tepat di sampingnya. Dengan senang hati, gadis pirang yang sudah kembali cantik segera memberi bantuan.
Acara selanjutnya ialah proses mangulosi yang seharusnya dilakukan oleh sosok pengganti ayah Maruba, yaitu pak Chemie. Namun, beberapa alasan membuat sang adik tidak bisa hadir. Adik ipar akan mewakilkan tugas suami untuk kakaknya. Ulos yang tadi sempat jadi perbincangan hangat di dalam mobil, kini dilebarkan untuk menutupi punggung Maruba.
“Widih! Bagus juga ajaranmu An, langsung pintar si Iban milih jenis ulos sekarang,” ucap Batara pada Antara yang sibuk menggendong anak kecil.
“Siapa dulu dong!? Bu dosen Antara!” Memasang ekspresi sombong dan bangga akan hasil didikan.
Beras yang tadi dibawa dari rumah mendapat giliran. Toples dimiringkan untuk mengeluarkan isi seperlunya. Maruba merunduk agar tangan adik ipar tidak perlu diangkat terlalu tinggi. Buliran dijatuhkan tepat di garis tengah rambut Maruba.
“Bah, baru kali ini kutengok Sipir Ni Tondi pakai beras merah! Nggak mau sekalian pakai pulut hitam aja itu!?” Batara tercengang melihat beras yang sudah menumpuk di atas kepala Maruba. “Kirain udah pintar betulan. Hadeuh… kawan kau meresahkan kali An!”
“Kalau bagus kau bilanglah Iban, kalau salah jadi kawanku! Memanglah si baluhap ini! Ehe…!”
Sebuah tinjuan hampir melayang ke wajah Batara, untung saja beban yang ditopang membuat kedua tangan harus didedikasikan untuk menjaga keseimbangan pegangan. Melihat teman lelakinya hanya menyegir, Antara memutuskan kembali memperhatikan acara yang sedang berlangsung.
Memang tidak ada ketentuan khusus beras warna apa yang bisa digunakan untuk tradisi Boras Sipir Ni Tondi. Namun, pada umumnya masyarakat suku Batak selalu menggunakan beras putih agar perbedaan warna terlihat kontras di atas kepala.
Boras sipir ni tondi berarti beras keras yang digunakan sebagai simbol penguat jiwa dan roh seseorang. Layaknya biji beras yang kuat, seseorang tersebut diharap menjadi harapan dan sumber kehidupan bagi orang banyak. Ia didoakan jadi berkat bagi umat manusia lain.
Tradisi ini akan dilakukan bagi seseorang yang mengalami sukacita maupun dukacita. Bisa saat memberikan penghiburan, minta restu, menikah, wisuda, mendapat kesuksesan dalam suatu hal dan lain sebagainya.
“Mauliate ma di Tuhan1 dan selamatlah buat Edaku! Aku di sini mewakili Itomu yang nggak bisa datang hari ini. Kami merestui semua usaha yang Eda kerjakan, biarlah Tuhan yang selalu mangaramoti2 kita semua. Sai pir ma roham, sai pir ma tondim.3 Horas, horas!4”
Beras yang masih tersisa di tangan dilemparkan ke atas hingga mengenai tamu undangan. Walau yang berada di situ tidak semua dari suku Batak, tapi sorak-sorai dan ucapan selamat disampaikan begitu meriah.
Tiba-tiba sepatu Chemie terjatuh sebelah karena dorongan orang-orang yang ingin memberi salam pada Maruba. Chemie berusaha turun untuk mengambil miliknya kembali. Antara langsung peka dan menurunkan si kecil dari gendongan. Setelah berhasil mendapatkan benda mungil, Antara membantu memasangkan alas kaki. Sekarang posisi mereka berada di bawah orang-orang yang berdiri.
Chemie yang selalu ingin tahu banyak hal berlari ke arah gedung bagian dalam. Walau sudah terbilang bergerak cepat, tapi Antara masih kalah lincah dari bocah keriting berumur lima tahun. Antara berhasil mengejar sampai ke ujung gedung bagian dalam. Chemie sudah terdiam bingung dan tidak lagi melakukan perlawanan ketika tangan digenggam.
“Chemie kenapa lari-lari?”
Antara ngos-ngosan dan mulai jongkok untuk memastikan anak titipan tidak mengalami sesuatu yang berbahaya. Wajah Chemie dihadapkan untuk menatap mata gadis pirang.
“Tadi di sana ada Opung.” Chemie menunjuk salah satu sudut yang ia maksudkan.
“Opung!?” tanya Antara penasaran.
“Iya Opung Doli. Chemie mau kejar, tapi ilang,” jawab gadis kecil dengan polos.
Antara termenung dengan apa yang dijelaskan keponakan sahabatnya. Ia meninggalkan Chemie di belakang. Sebuah pintu dibuka dan ternyata bisa tembus ke toilet luar gedung. Namun di sana tidak ada siapa-siapa, pintu ditutup kembali dan Antara kembali dengan pikiran yang masih sibuk sendiri.