Batak Pride

Senna Simbolon
Chapter #18

Flashback II

-Tidak peduli seberapa kurangnya keluarga mereka di mata orang-orang, bagi keduanya ini adalah kehangatan yang sempurna-


[Rumah Sakit kota Medan]

Ruangan bersih dan putih sudah dapat menggambarkan suasana rumah sakit. Hiruk pikuk petugas yang berpakain khusus melewati koridor satu ke koridor lainnya. Sanak saudara para pasien juga ikut memenuhi semua area tunggu. Pak Paima dan Mak Paima berjalan mengikuti seorang dokter perempuan yang ditemani seorang perawat. Suami menggenggam erat tangan istrinya yang degdegan. Setelah sampai di depan ruangan NICU (neonatal intensive care unit), mereka dipersilahkan untuk ikut masuk.

“Kita sebenarnya punya satu bayi laki-laki, tapi yang laki-laki sudah akan diadopsi.” Dokter berjalan ke salah satu inkubator.

“Apa memang sudah pasti Dok!?” tanya Pak Paima.

Sang dokter memandang ke perawat yang berada di sebelahnya. Asisten tersebut memiliki kertas catatan yang dikaitkan pada papan kecil. Mengerti akan maksud rekan kerja, ia mulai memberikan keterangan lebih lanjut.

“Calon orang tuanya sedang melakukan pengurusan surat ke dinas sosial, pembayaran biaya rumah sakit juga sudah diselesaikan. Kemungkinan baby U akan dijemput dua hari lagi setelah suratnya selesai.”

Pak Paima berpikir keras sambil memandangi seluruh sudut ruangan yang dipenuhi inkubator berisi bayi-bayi mungil berwarna kemerahan. Mereka terlihat menikmati wadah hangat yang begitu nyaman. Monitor menampilkan semua denyut jantung, tekanan darah, pernapasan, suhu, dan kadar oksigen dalam tubuh bayi. Ruangan penuh dengan alat rumah sakit untuk memastikan pasien dalam keadaan baik dan sehat.

“Bapak tenang saja, kita masih punya bayi perempuan yang bisa kalian adopsi. Salah satunya baby T.” Dokter beralih ke inkubator lain.

Pak Paima dan istrinya melihat bayi tersebut dengan tidak ada semangat sama sekali. Bukan karena rupanya jelek, tapi tekstur rambut si bayi akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang. Rambut bayi perempuan itu keriting, sedangkan calon pengadopsi lurus tanpa gelombang.

“Kondisi baby T sangat sehat dan aktif. Umurnya sekitar satu minggu dan ditemukan salah satu teras warga yang akhirnya dibawa polisi ke rumah sakit.” Kali ini perawat menjelaskan tanpa diminta.

“Kalau yang ini bagaimana Dok?” tanya Mak Paima yang sudah tidak berada di dekat mereka.

Semua mata tertuju ke arah suara penanya. Rupanya perempuan itu sedang fokus menatap bayi lugu di dalam kotak transparan yang menggunakan orogastric tube (OGT). Mata boru Damanik berkaca-kaca penuh kasih begitu melihat si bayi menggerakkan kepala. Senyum bahagia muncul di bibir perempuan yang ditakdirkan tidak bisa memiliki anak itu. Sudah sejak lama ia pun sungguh ingin memiliki bayi.

“Umurnya baru dua hari dan merupakan anak hasil pemerkosaan. Keluarga menyerahkan secara penuh si bayi ke rumah sakit. Ibunya trauma berat, mereka tidak tega menggugurkan kandungan, tapi karena kondisi mental ibu yang berpengaruh pada kesehatan fisik, bayi harus lahir prematur.”

“Tapi dia sehatkan Dok!?” tanya Mak Paima lagi sembari memandangi selang yang dipasang ke mulut si bayi malang.

Dokter tersenyum mendekati boru Damanik,“Itu selang untuk memberikan susu dan beberapa vitamin untuk menguatkan fisik bayi prematur. Ibu tidak perlu khawatir, bayi ini memiliki kesehatan yang baik dan akan pulih dalam beberapa hari. Berat badannya juga normal, namun ketika akan dibawa pulang harus mendapatkan perhatian yang ekstra.”

“Keluarga si bayi juga mau membantu biaya pengurusan surat adopsi kalau calon orang taunya kurang mampu.”

“Pak Paima!” Si istri menatap suami dengan mata yang memohon.

“Terima kasih untuk penjelasannya Dok. Boleh kami minta waktu sebentar untuk berdiskusi?”

“Oh silahkan Pak! Saya masih memiliki pasien yang perlu penanganan, jadi perawat kami akan di sini jika Bapak dan Ibu butuh bantuan.”

“Terima kasih Dok!” seru keduanya serentak.

Perawat tetap berada di tempat, sedangkan sang dokter langsung keluar untuk melakukan tugas selanjutnya. Pasangan kekasih juga ikut keluar untuk berdiskusi dan menentukan pilihan. Mereka sedikit menjauhi ruangan NICU agar tidak mengganggu ketenangan para bayi di dalam. Masih sama seperti sebelumnya, genggaman diberikan pada tangan istri sampai mereka menemukan bangku di lorong rumah sakit.

Lihat selengkapnya