Batak Pride

Senna Simbolon
Chapter #19

Family Situation

-Manusia memang tercipta untuk selalu berwaspada atas lingkungannya-


[Kediaman keluarga bapak Chemie Hutabarat]

Batara menarik napas singkat dan mengetuk pintu sederhana yang berada di depan mata. Tidak butuh waktu lama, seorang perempuan dengan rambut keriting yang dicepol keluar dari dalam. Sambutannya begitu hangat dan ramah, tamu segera dipersilahkan masuk dan duduk.

“Eh udah datang aja pagi-pagi, silahkan duduk! Susah nggak cari alamatnya?”

“Kalau susah manalah mungkin aku di sini sekarang Kak. Kalau kota Medan masih kukuasailah Kak,” sombong si tamu pada nyonya rumah.

“Ya udah, bentar Kakak bikin minum dulu ya!?”

“Enggak usah repot-repot kalilah Kak! Aku juga nggaknya bisa lama-lama di sini, mau pergi kami ke Jakarta.” Meletakkan ransel ke sebelah kursi bagian bawah.

“Hari ini rupanya berangkat? Jam berapa pesawatnya?”

“Jam setengah tiga Kak.”

“Ah, masih lama laginya!” Menunjukkan jam dinding bulat yang tertempel di salah satu sisi rumah, lawan bicara pun mengarahkan retina ke arah penunjuk waktu, “Nanti Kakak buat yang hangat biar langsung bisa kau minum.”

“Bolehlah Kak,” cengir Batara seraya menggaruk kecil bagian kanan kepala. “Oh iya! Ini ada kubawakan bolu Amanda sama buah-buahan Kak.” Menyerahkan buah tangan yang dibungkus kantongan berwarna putih.

“Ini sogokan ya?” goda perempuan itu dengan senyum licik seolah tahu semuanya.

Ish Kakak inilah, gabe maila iba1!” Pipi Batara memerah. “Untuk Chemienya tadi kubelikan itu Kak,” bantahnya dengan alasan klasik.

“Iya, iya percayanya Kakak. Bentar ya!”

Masih dengan senyuman, perempuan itu berlalu seraya menggeleng pelan. Batara yang masih diam di tempat duduk melihat jam di ponsel.

“Astaga Batara! Kau kan barusan udah lihat jam, besar pulak. Gabut sama paok2 beda tipis pulak!” Memaki diri sendiri.

Batara yang baru pertama kali ke rumah ini, mulai melakukan penyusuran dan pengamatan. Tidak bisa dipungkiri, ia pun manusia yang tidak bisa diam dan menyimpan rasa penasaran. Sama seperti Maruba sebelumnya, bingkai besar yang berisi foto Chemie sangat menarik perhatian Batara.

Ia melangkah dengan mata yang sudah terfokus ke gadis cantik. Akibatnya lutut menabrak ujung meja yang lancip. Elusan pada bagian tubuh yang tertutup kain tidak mengalihkan pandangan. Sedikit perbedaan dengan sahabatnya, Batara sangat tertarik dengan mata indah milik si kecil. Mata bulat yang mirip dengan kakak ayahnya.

“Kak, Chemie di mana ya!?” teriak Batara yang masih menghadap foto.

“Lagi main sama cucunya Pak Tumorang!” balas ibu Chemie dari dapur.

“Siapa Pak Tumorang Kak!?”

Nyonya rumah menampakkan diri dari pintu dapur. Di tangannya masih ada sendok mungil seperti kebiasaan ibu-ibu yang sedang sibuk dengan segala perkakas andalannya. Batara berbalik melihat calon pemberi informasi lengkap.

“Itu tetangga sebelah, yang rumahnya warna biru!”

Walaupun mereka sedang berada di ruangan dan benda yang ditunjuk tidak kelihatan, jari tetap di arahkan ke kanan.

“Ke situ bentar aku ya Kak!?”

“Loh ngapain!? Masih ada sogokan lagi!?” Ibu Chemie tersenyum jahil.

Batara menjadi salah tingkah dan pergi meninggalkan rumah tanpa aba-aba. Sedang ibu anak satu segera kembali ke dapur untuk menyelesaikan sajian untuk tamu. Perempuan itu tampak begitu senang karena telah berhasil mengerjai tamunya.

*

Ibu Chemie yang sedang duduk memandangi minuman yang sudah cukup lama didiamkan. Ia menyentuh bagian luar gelas dan mengekspresikan kesedihan. Sajian yang tadi dibuat benar-benar harus diperbaiki ulang. Tubuh segera bangkit dan bersiap mengangkut, tapi suara pintu terbuka mengalihkan perhatian.

“Lama kali kau! Kakak hangatkan lagi dulu bentar ya? Mana enak kalau udah dingin,” sambut ibu Chemie yang sudah mengangkut gelas setinggi dada.

“Eh, nggak usah Kak! Udah haus aku, biar langsung kuminumkan aja.” Batara merebut gelas dan menerguknya sampai habis tanpa sisa.

“Kau betulan haus atau doyan!?” tanya si perempuan dengan kerutan di dahi.

“Ini sirup apa Kak? Kok enak ya? Baunya juga beda dari sirup-sirup lainnya.”

Bagian permukaan gelas didekatkan ke indra penciuman. Lalu penelitian dilanjutkan oleh indra penglihatan, tapi hasil riset belum juga ditemukan. Batara masih harus mendengarkan jawaban jadi perempuan yang diwawancara.

Lihat selengkapnya