Batas-Batas

Siska Ambar
Chapter #2

Nyala

Kulengkapi sketsa masa depanku setiap harinya sampai suatu hari aku berhenti merancangnya. Tanpa pernah kuduga, Ibu dan Ayah pergi. Kembali dalam arti sesungguhnya, meninggalkanku di masa yang tak mudah. Saat aku sedang tumbuh, aku kehilangan airku. Aku kehilangan pupuk. Aku berhenti tumbuh. 

Sendiri dan sepi adalah dua hal yang menyatu dalam diriku. Dua hal yang saling melengkapi dan saling bersisian. Saat menyendiri, kutemukan rasa sepi yang begitu hening. Saat berada dalam keheningan, kutemukan diriku dalam kesendirian. Air mataku mulai meleleh. Ada kerinduan yang menyeruak di antara dinginnya udara luar dan panasnya perasaanku. Kehilangan paling menyakitkan dalam hidupku telah mengubahku. Warna-warni kisah hidupku perlahan menjadi kelabu, persis seperti langit di luar saat ini. 

Aku kehilangan kuasku. Gambar itu terhenti. Sebagian besar masih kosong. Sengaja kubiarkan begitu sampai Nenek berhasil membuatku kembali bangkit. Namun, ada yang berubah dari diriku. Keceriaan yang dari dulu menghiasi wajahku sangat sulit untuk kukembalikan. Aku kehilangan caranya sejak sumber keceriaanku padam. 

Jika hidup adalah tentang perjalanan, maka aku membutuhkan nyala untuk menerangi langkahku. Saat ini nyalaku sedikit redup. Aku takut nyala itu akan padam sempurna dan membuatku kehilangan arah. Aku takut akan terpuruk sendirian di antara pekatnya malam. Sendiri, sepi, dan tanpa pelita. Lalu bagaimana caranya aku melanjutkan perjalanan jika tak memiliki pelita? Kalau aku harus menanti pelita dari orang lain, aku tak yakin sampai kapan aku bisa menunggu. Salah satu yang membuat nyalaku lebih terang kini berdiri di hadapanku, menatapku dengan binar kebahagiaan. Aku tak pernah menantinya. Ia datang dan membuat nyalaku lebih terang. 

"Isinya apa, Kak? Runi penasaran." Dia tersenyum manis. Aku berjongkok di hadapannya. Bingkisan yang harusnya sampai di tangannya hari kemarin, baru berada dalam pelukannya saat ini. 

"Runi pasti senang. Sekarang Kakak mau tanya. Kalau Runi punya perlengkapan menggambar yang banyak, apa yang akan Runi gambar?" tanyaku pada gadis kecil berusia lima tahun di hadapanku. 

"Runi mau menggambar pelangi, Kak. Nanti di gambar itu ada Runi dan Kak Nada yang sedang melihat pelanginya." 

Aku tersenyum. Gadis kecil ini tak menyembunyikan kebenaran. Ia mengatakan apa yang ingin dikatakan dan dilakukan. 

"Kalau begitu Runi boleh buka bingkisannya sekarang." 

Lihat selengkapnya