BATAS SENJA MENUJU PAGI

Ayu ambar asih
Chapter #2

Sahabatku Merry

"Aku minta maaf kalau aku menyakiti perasaanmu, tapi masalah ini bukan hal sepele yang bisa kamu abaikan." Merry mencoba untuk menjelaskan tentang kejadian dua tahun lalu dan membuatku berfikir kalau aku harus punya pegangan kuat untuk itu.

Aku menghela napas panjang, " Aku tahu itu, tapi untuk saat ini aku tidak bisa gegabah." Wajahku murung dan memikirkan kejadian duq tahun yang lalu.

Leandricho mengalami kecelakaan saat perjalanan bisnis dari kota Irola menuju ke kota Mahotherm, saat itu dia terluka parah dan dibawa ke rumah sakit. Dia begitu kehilangan banyak darah pada saat itu Mitha mendonorkan darahnya untuk Leandricho. Sejak saat itu mereka sangat dekat sekali. Rasanya sesak sekali saat aku mengingat mengingat akan hal itu. Mengingat tentang perlakuan buruk Leandricho padaku dan juga perlakuan yang berbeda pada Mitha.

"Sudahlah jangan bahas ini lagi. Aku ingin mengajakmu untuk jalan-jalan dan belanja apa kamu mau?" Ucapku mengalihkan pembicaraan. Kuharap Merry bisa mengetahui perasaanku saat ini.

Terlihat Merry tersenyum, "Benarkah? Ayo kita belanja sekarang." Merry menepukkan tangannya dan terlihat wajahnya yang berubah drastis. Merry paling suka kalau diajak untuk berbelanja karena dari awal dia ingin bebas bebas menentukan pilihan hidupnya dan dia ingin menjadi seorang designer dan ingin mempunyai butik sendiri.

"Kamu tunggu di sini dulu aku akan ke kamar untuk mengambil tas dan kunci mobil." Ucapku berjalan ke arah kamar.

Merry bergegas bangkit, "Pakai mobilku saja." Ucap Merry.

Langkahku terhenti dan berbalik badan, "Oke baiklah kalau begitu, aku ambil tas dulu." Ucapku melangkah.

"Tunggu, apa kamu sudah izin dengan Ayahmu?" Tanya Merry padaku.

Tanpa berbalik badan,"Tenang saja Ayah sedang keluar Kota untuk berbisnis lagipula tidak masalah jika aku keluar sebentar." Ucapku tertawa kecil.

Merry memegangi kepalanya, "Oh tidak... Inikah kehidupan keluarga kelas atas? Aku sulit memahaminya!" Teriak Merry yang melihat aku pergi menuju ke kamar.

Tidak lama kemudian aku turun dan memanggil Bi Anne, "Bi... Bi... Bi Anne?" Teriakku memanggil Bi Anne.

Dengan langkah yang tergesa-gesa, "Ya Nona." Jawabnya mendekatiku.

"Bi aku akan keluar bersama dengan Merry. Kalau Ayah pulang sampaikan kepadanya kalau aku sedang keluar." Jelasku.

Bi Anne mengangguk tanda paham,"Baik Nona akan saya sampaikan kepada Tuan." Ucapnya.

"Ya sudah kalau begitu ayo kita berangkat sekarang." Merry meraih tanganku dan menarik keluar mansion.

Di perjalanan kami banyak berbincang-bincang. Keluarga Merry adalah seorang dokter, hanya Merry saja yang ingin bebas dan tak mau untuk menjadi dokter. Walaupun pada akhirnya dia menjadi seorang dokter juga. Bukan atas kemauannya melainkan karena dia tidak mau dijodohkan dan orang tuanya berjanji akan memberi kebebasan atas hak dan masa depan Merry kepada Merry sendiri kalau dia mampu lulus S1 kedokteran dalam waktu kurang dariĀ empat tahun.

Merry menatapku, "Gea, aku masih penasaran." Ucap Merry dengan wajah bingung.

Spontan aku memandangi Merry, "Penasaran tentang apa?" Ucapku melirik Merry yang sedang menyetir mobil.

Lihat selengkapnya