Batu Guru

Muram Batu
Chapter #1

Batu Guru

Seperti angin, saya ingin ceritakan kisah ini mengalir saja, bisa ke mana suka. Anda tak perlu protes -- mungkin boleh mengerutkan dahi atau sekadar menggaruk kepala yang tak gatal -- cukup menikmatinya. Jika Anda tidak suka, sila berhenti membaca dan berpindahlah ke cerita milik pengarang lain. Saya tidak akan memaksa agar Anda suka. Sebagai pengarang, saya tentunya punya hak menjalankan kisah, tidak akan saya biarkan orang lain mendikte. Termasuk, tokoh dalam kisah ini. Semua nama tokoh -- walau namanya bisa saja sama dengan kisah nyata -- adalah ciptaan saya, jadi karakternya harus hidup seperti yang saya mau: tidak ada tempatnya untuk bergerak sendiri. Saya hanya meminjam latar tempat dan waktu, juga kejadian nyata yang pernah ada. Itu saja.

Ini kisah sedih seharusnya, tapi saya ingin menjadikannya ironi. Ini sebuah tragedi sebenarnya, tapi saya mau membuatnya komedi.

Baik, saya akan mulai dari Desa Nainggolan. Desa ini adalah pusat pemerintahan Kecamatan Nainggolan. Letaknya di sebuah pulau di Danau Toba, dengan kata lain, pulau yang berada di Pulau Sumatra. Benar-benar pulau di dalam pulau, bukan seperti Nias di Samudera Hindia atau Berhala di Selat Melaka yang juga disebut wilayah Pulau Sumatra. Namanya Pulau Samosir. Dan, di pulau ini juga ada danaunya. Dengan kata lain, di dalam Danau Toba juga ada danau, namanya Sidihoni dan Aek Natonang. Jadi ada danau di atas danau dan ada pulau di atas pulau. Kecamatan Nainggolan ada di sana, satu dari sekian kecamatan yang ada, secara pemerintahan masuk ke dalam Kabupaten Samosir.

Sebelum ke Desa Nainggolan, saya kisahkan ulang dulu cerita rakyat di Kecamatan Nainggolan. Ini legenda tentang batu, tapi bukan Batu Gantung yang masyhur itu: Batu Gantung bukan di Kabupaten Samosir, dia masuk ke Kabupaten Simalungun. Ini tentang Legenda Batu Guru, tepatnya Batu Guru Datu Parulas.

Letak Batu Guru ini ada di Desa Pangaloan, Kecamatan Nainggolan. Secara fisik batu ini berdiameter lebih kurang 50 meter, tingginya sekira lima meter dari permukaan danau, dan kedalamannya sekitar tiga meter. Posisinya mungkin 70 meter dari tepi Danau Toba, tepatnya dari bibir daratan Desa Pangaloan. Dan, Batu Guru ini tidak menyentuh dasar danau secara langsung, seperti mengapung, tapi ditopang oleh tiga batu lain yang ukurannya kecil.

Satu-satunya batu berukuran besar di permukaan Danau Toba ini kemudian menjadi legenda karena masyarakat percaya kalau Batu Guru tidak muncul begitu saja atau sekadar sisa letusan Gunung Toba tempo dulu. Ini soal raja-raja Batak yang mengadu kesaktian.

Pertarungan raja-raja Batak zaman dulu itu melibatkan dua buah batu besar bertikai; batu itu hidup dan saling menyerang. Seru dan berimbang. Hingga, salah satu batu terlempar ke danau. Batu yang terhempas ke danau ini ternyata tidak bisa diam, sering berpindah tempat sehingga membuat warga khawatir. Batu itu mengancam juga membahayakan, apalagi tubuhnya memang besar. Sekian usaha warga untuk membuat batu itu tenang tak pernah membuahkan hasil. Akhirnya warga menyerah dan membuat sayembara untuk menjinakkan sang batu agar tidak berubah arah dan berpindah-pindah lagi.

Munculah Datu Parulas atau Datu Parultop. Sosok ini adalah orang sakti hingga disebut juga guru, tetua marga Lumbanraja; masuk ke dalam Toga Nainggolan. Dengan ilmunya, Datu Parulas bercakap dengan sang batu. Meskipun masyarakat tidak mengerti apa yang Datu dan batu bicarakan, tetapi sang batu kemudian berhasil ditaklukkan. Batu tidak lagi berpindah-pindah, menetap di tempat itu saja hingga sekarang tanpa pernah berubah arah. Tiga batu yang lebih kecil menopang batu tersebut, tiga batu itu kemudian disebut sebagai simbol 'dalihan na tolu' atau 'tungku yang tiga' yang merupakan falsafah hidup orang Batak. Dan karena dikalahkan oleh guru, maka batu besar itu kemudian disebut Batu Guru. Pun, banyak yang menyebutnya Batu Guru Datu Parulas.

Kenapa saya harus menceritakan soal Batu Guru ini? Tentu, ada alasannya. Dan, Anda akan menemukannya dalam kisah yang saya ceritakan pada halaman maupun bab hingga akhir, baik tersirat maupun tersurat. Jadi, sila lebih awas, cernalah dengan baik.

Lihat selengkapnya