Batu Guru

Muram Batu
Chapter #2

House of Love

Baiklah, saya mau ajak Anda kembali dulu beberapa pekan sebelumnya. Tepatnya, sebelum kelimanya berada di Pantai Pangaloan dan memandang Batu Guru. Kisahnya ini tentang Hisar, Anggiat, dan Saurma; jadi belum ada Nauli dan Nadia.

Hisar, Anggiat, dan Saurma ini baru tiba di Desa Nainggolan setelah kapal yang mereka tumpangi mendarat di Pelabuhan Sipinggan. Mereka ditemani oleh Amang Valdes, menyeberang dari Balige. Tapi, saya tidak akan menceritakan soal Amang Valdes ini, hal itu tidak begitu penting, dia hanya sosok pengantar. Jadi setelah mengantar Hisar, Anggiat, dan Saurma ke RS HKBP Nainggolan di Desa Nainggolan, dia pun langsung kembali ke Balige. Karena itu, saya lebih tertarik bercerita tentang RS HKBP Nainggolan saja.

Rumah sakit ini sejatinya diprakarsai seorang berwarga Jerman, Pdt Johannes Wanut. Awalnya adalah Sekolah Zending, tepatnya pada 1893. Di tempat inilah dirintis Kursus Subaso yang merupakan salah satu sekolah pertama yang mencetak mantri-mantri kesehatan pribumi.

Lalu pada 1915, atas gagasan sejumlah suster Jerman, sekolah itu diperluas menjadi Poliklinik Zending yang dipimpin oleh anak desa setempat, Mantri HH Parhusip. Poliklinik ini kemudian dikukuhkan sebagai RS Zending pada 1936, punya ruang bedah dan instalasi untuk pasien. Pada zaman Jepang pun masih ada dua dokter ahli bedah berwarga Belanda bertugas di sana.

Bahkan, di saat tren penyakit TBC menyebar di sebagian Tapanuli, rumah sakit ini merawat banyak pasien dari luar Pulau Samosir. Jadi, tidak mengherankan dulunya kapal yang singgah di pelabuhan selalu membawa penumpang yang sering beradu cepat tiba di rumah sakit itu. Juga, tidak aneh melihat ada penumpang kapal yang ditandu akibat sakit keras.

Rumah sakit ini berdiri di lahan yang merupakan sumbangan pribadi masyarakat setempat dan pada 22 Maret 1973 pemerintah daerah menyerahkannya kepada institusi HKBP untuk dijadikan Public Health Centre. Maka, berubahlah status administrasinya menjadi RS HKBP Nainggolan.

Bangunan rumah sakit ini berbentuk 'U', warna dindingnya didominasi putih, sementara pintu, kusen, dan tiang-tiangnya berwarna biru. Ketika Hisar, Anggiat, dan Saurma tiba peralatan medis banyak yang mulai kusam; sebagian malah ada yang tampak berkarat karena jarang dioperasikan. Rumah sakit ini memang sudah berubah, tidak lagi jadi rujukan seperti dulu. Kalaupun ada aktivitas medis, paling melayani kecelakaan atau orang melahirkan, tanpa rawat inap layaknya rumah sakit kebanyakan. Ini karena ketiadaan dokter jaga dan hanya menyediakan perawat dalam jumlah minim.

Lihat selengkapnya