Aku tidak tau dari mana kisahku akan dimulai, kisah panjang berliku yang seakan tak ada landainya, oh iya namaku Nurma, aku adalah anak kedua dari empat bersaudara, aku adalah salah satu dari tiga putri orang tua yang hebat, kakakku bernama Rusma dan adikku bernama Salma, mamaku adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya lulusan SMA, dia menikah dengan papaku saat usianya 20 tahun, setelah satu tahun menikah mama dan papaku diberi amanah sekaligus rizki yang sangat berharga oleh Allah yaitu dengan hadirnya kaka perempuanku, setelah usia kakakku delapan tahun lalu lahirlah aku, usiaku baru tujuh bulan, mamaku mengandung kembali, lalu adikku lahir dan ternyata perempuan, tetapi mama dan papaku menginginkan anak laki-laki.
Setelah usiaku sembilan tahun akhirnya mamaku mengandung kembali dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Pradipta. Dan dari sinilah kisahku dimulai, mamaku melahirkan seorang adik laki-laki yang diberi nama Pradipta dan tidak berselang lama papa kembali bekerja keluar kota, papaku adalah seorang wartawan jalan dan kebetulan dia ikut di salah satu media pimpinan pakdeku, saat itulah kami harus hidup mandiri dirumah tanpa papa, sesekali papaku pulang untuk menengok kami sekeluarga itupun tidak pasti sebulan sekali, saat itu aku masih duduk di bangku SD kelas empat,kakak perempuanku duduk di bangku SMA kelas 11, dan adik perempuanku duduk di bangku SD kelas dua, waktu itu kondisi rumah kami masih sangat sederhana , sumber air terbatas begitupun dengar sumber listrik,waktu itu kami belum mempunyai listrik sendiri beruntung rumahku berdekatan dengan sekolah sehingga keluarga kami bisa ikut menyalurkan listrik dari box listrik sekolahan dengan membayar uang perbulannya, saat air dirumah mati kami harus mengungsi dirumah saudara atau menggunakan kamar mandi sekolah, yang paling sedih saat itu mamaku masih mempunyai seorang bayi yang penggunaan pakaiannya lebih boros dibandingkan kakak-kakaknya, sangat tidak mungkin untuk mamamku membawa pakaian kotor sebegitu banyaknya untuk dicuci dirumah saudara karena rumah saudara kami cukup jauh, beruntunglah saat itu sedang musim hujan, mamaku membuat talang air disamping rumah sehingga air hujan dapat ditampung dan bisa digunakan untuk mencuci pakaian, untungnya aku dan kakakku sudah belajar mandiri, dari kecil kami berdua sudah berlatih mencuci pakaian sendiri bahkan kami juga mencucikan pakaian adik perempuan kami.
Dari kakakku kecil dia adalah seorang gadis yang cerdas,berprestasi dan disayangi banyak orang disekitarnya, hampir semua jenis lomba yang diadakan dia selalu dikirim oleh sekolah untuk mewakili, dia juga sosok anak yang sangat penyayang dan penurut, bukan hanya disekolah tetapi juga dirumah, saat kakaku tumbuh remaja dia bersekolah di SMA yang terbilang cukup favorit di daerah kami, ternyata prestasinya pun semakin meningkat, pada saat ia duduk di kelas 11 dia mencoba mendaftar ajang pemilihan duta wisata di kota kami, dengan modal niat,usaha,dan doa dari orang tua akhirnya ia terpilih sebagai pemenang Mbak Duta Wisata di kota kami.
“Tok tok tok,, Assalamualaikum ma.” Terdengar suara kakakku diluar.
“Waalaikumsalam, iya sebentar.” Jawab mama dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, aku dan adikku langsung menyusul mama keluar.
“Ma mba pulang, lihat ini mba juara satu ma, mba berhasil.” Kata mbaku yang baru saja pulang diantarkan oleh gurunya.
“Ya Allah, selamat ya nduk, rasanya seperti mimpi.” Kata mamaku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Benar sekali bu, Rusma berhasil memenangkan ajang pemilihan mbak Duta Wisata tahun ini, saya dan pihak sekolah sangat bangga kepada Rusma.” Ucap guru kakaku sembari memberikan piala kepada mama.
“Terima kasih banyak bu, sudah mendampingi dan mendukung anak saya hingga menjadi seperti ini. ” Ucap terima kasih mama pada guru kakakku.
“Iya sama-sama bu, semoga prestasi Rusma bisa bertahan dan semakin baik, saya pamit dulu ya bu.” Ucap guru kakakku sembari pamit dari rumah kami karena waktu sudah menunjukan pukul setengah satu pagi.
“Ya Allah nduk, mama sangat bangga kepada kamu.” Kata mama sambil memeluk kakakku dengan tangis haru.
“Iya ma, terima kasih atas doa mama yang sudah membawa aku sampai sini.” Kata kakakku dengan tangis bahagia. Aku dan adikku yang masih kecil hanya bisa ikut senang ketika kakakku berhasil menjadi juara.
Sifat penyayang dan lemah lembut kakakku tidak hilang walaupun dia sudah cukup berhasil dikalangan anak-anak seusianya, mamaku sangat bangga kepadanya, hal itupun aku jadikan cambukan sekaligus tolak ukur untuk kesuskesan hidupku.
Aku memang tidak sehebat kakakku tetapi aku harus bisa mengikuti jejaknya, berawal dari kelas tiga SD saat itu salah satu guru perempuanku mengetuk pintu kelas tiga tempat dimana aku sedang melangsungkan KBM.
“tok..tok..tok..,Permisi bu menganggu waktunya sebentar, saya ingin memanggil nurma.” katanya kepada guru yang sedang mengajar di kelasku.
“iya baik, silahkan yang bernama nurma bisa keluar.” jawab guru yang sedang mengajarku.
Aku melangkahkan kaki keluar dengan wajah yang agak bingung, karena sebelumnya aku belum pernah dipanggil oleh guru seperti saat ini.
“Maaf, ada apa yaa bu” tanyaku dengan malu pada bu guru. To the point saja bu guru menjawabku, dia menuyurhku maju di salah satu ajang lomba seni, aku yang belum berpengalaman apapun sontak langsung terdiam tanpa kata.
”Tidak ada salahnya mencoba!” kata bu guru sambil menggandengku ke kantor,
“Tapi saya masih malu bu jika berhadapan dengan banyak orang” jawabku dengan muka cengar-cengir.
Mau tidak mau aku tetap maju mewakili sekolahku, tetapi saat itu aku belum berhasil mendapatkan juara , kemudian saat aku naik ke kelas empat keuangan perekonomian keluargaku masih sangat buruk, uang yang dikirimkan oleh papaku bisa dibilang sangatlah kurang untuk biaya hidup sehari-hari, sehingga aku memilih ikut tinggal dirumah budeku untuk sekedar meringankan pengeluaran uang saku.