• Hanya percakapan ringan di sebuah pabrik kayu
Langit pagi itu sedikit mendung namun pabrik kayu tempat Zaenal bekerja tetap riuh. Suara mesin gergaji berteriak sepanjang waktu, serpihan kayu berjatuhan seperti salju cokelat, dan udara berbau tajam serbuk yang khas. Di sini, Zaenal menghabiskan sebagian besar harinya setelah mengantarkan Hafiz ke sekolah.
Mesin sudah dinyalakan sejak jam tujuh. Zaenal memasang penutup telinga, menarik papan kayu gelondongan ke arah mesin serut, mendorongnya perlahan. Getaran mesin merambat sampai ke lengan, namun ia sudah terbiasa. Di sela-sela ritme kerja yang monoton, pikirannya sering melayang ke Hafiz. Apakah Hafiz sudah sarapan cukup? Apakah bekalnya tidak tumpah? Apakah ia duduk di bangku paling depan seperti biasa?
“Nal!” Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuatnya tersentak kecil.
Zaenal menoleh. Ternyata Yono, pria berkumis tipis, gemuk sedikit, umur sekitar 35 tahun, terkenal suka melucu dan paling ribut se-pabrik. “Pagi-pagi begini, wajahmu udah kayak lemari reot. Kurang tidur, ya?”
Zaenal tertawa kecil sambil melepas penutup telinganya. “Biasa, Yon. Hafiz semalam susah tidur, minta ditemenin bercerita."
Yono mengangkat alis nakal. “Kalau kamu nikah, nanti ada istri kamu yang dongengin si Hafiz. Kamu tinggal tidur.”