Batu Nisan Untuk Paman

Topan We
Chapter #6

Bab | 06

Langit sore sudah mulai menguning ketika Zaenal melangkah cepat menuju rumah. Badannya lelah, bahunya pegal oleh karung-karung kayu sisa yang ia angkat seebelum pulang. Hari itu pabrik menambah jam kerja mendadak. Zaenal tak sempat memberi kabar. Ia hanya berharap Hafiz sudah di rumah, seperti biasa, mungkin sedang mengerjakan tugas atau bermain kertas gambar di lantai.

Jam sudah menunjukkan 17.40.

Hampir Maghrib.

Langkah Zaenal berhenti di depan pintu rumah. Pintu terbuka sedikit. Sandal Hafiz tidak ada di depan. Dadanya langsung mengeras.

“Hafiz?” panggilnya pelan, sambil melangkah masuk.

Tak ada jawaban.

Zaenal meletakkan tas kerjanya di bangku. Ia menoleh ke arah dapur, tidak ada. Ke kamar, kosong. Tikar di ruang tengah tergelar rapi, tidak ada tanda anak kecil habis bermain.

Pasti main di rumah sebelah, pikirnya, mencoba menenangkan diri.

Ia berjalan cepat ke rumah tetangga, rumah tempat Hafiz sering bermain. Namun yang ia temui hanya ibu temannya yang sedang menutup jendela.

“Bu, Hafiz ada?” tanya Zaenal.

Ibu itu menggeleng. “Siang tadi memang ada. Tapi tadi sore anak-anak udah berangkat ngaji ke rumah Ustad Gufron.”

Zaenal menelan ludah. “Hafiz ikut?”

“Enggak ngeliat Hafiz, Nal.”

Jantung Zaenal berdetak lebih cepat.

Ia berjalan cepat ke rumah Ustad Gufron. Anak-anak sudah duduk rapi mengaji. Ia menelusuri wajah satu per satu.

Tidak ada Hafiz.

“Kamu lihat Hafiz?” tanyanya pada seorang anak.

Anak itu menggeleng. “Seharian enggak main sama Hafiz, Mang.”

Kepanikan mulai menyusup.

Zaenal berlari kecil menyusuri gang-gang kampung. Menyapa siapa pun yang ia temui. Menanyakan satu nama yang sama.

“Hafiz.”

Lihat selengkapnya