Bawa Aku Pergi

siucchi
Chapter #14

[ Epilog ]

Terjang ombak berlomba-lomba mendorong air membenam pasir. Desau pawana membantu laju ombak agar ujung material bening mampu memanjat karang, supaya bisa mencapai ujung sepatu putih yang berada di atas batu karang.

Dirgantara turut mengayominya dengan tegas lazuardi, gumpalan awan bersaing menaungi agar dia tak dirusak oleh sinar ultraviolet sang surya. Wanita berkacamata memeluk lutut di atas karang. Matanya terfokus pada layar ponsel yang menampilkan gambar. Berupa sepasang manusia yang tengah berbahagia, tersenyum lebar hingga deret giginya nampak, sebuket bunga diletakan di depan, masing-masing dari mereka memamerkan jari manis yang dilingkari cincin perak.

Layar digeser, menampilkan sebuah gambar yang lain. Berlatarkan rerumputan hijau dengan batu-batu karang menjulang tinggi menantang langit, lima orang yang terdiri dari dua lelaki dan tiga perempuan beraksi di depan kamera. Senyum tipis lantas disunggingkan.

"Hanya satu foto. Tidak apa-apa, kan?" bisiknya bermonolog, tanpa ada siapa-siapa untuk merespons, menatap cakrawala yang masih setia melindunginya dari sorotan sinar baskara.

.

.

Lelaki bertubuh tinggi bergegas mengunci pintu dan menjatuhkan diri ke atas kasur, lalu bergumul di balik selimut. Perintah untuk memasukkan kata kunci di layar kini telah dituntaskannya. Ia buka folder bertulis file manager, kemudian memilih satu yang terletak di ujung bawah, kemudian masuk ke sub folder, terus hingga sepuluh kali ia memilih ikon yang sama, dan menyentuh isi folder dengan tempo lambat. Ada kalanya loading ketika image viewer berproses memberi sensasi geletar hangat yang menjalar di seluruh tubuh. Membuat jantungnya bergetak ganda meski hanya melihat sebuah foto.

Dengan latar titik-titik cahaya bak kunang-kunang, lima wajah familiar memasang senyum kelewat lebar di hadapan kamera. Tepat di belakangnya terdapat lentera yang baru saja dilepas ke bulan. Hampir tidak kentara malam karena langit dipenuhi cahaya harapan.

Kekeh ringan terlantun. Meski terbesit rasa bersalah, setidaknya hanya ia yang tahu—agar tak seorang pun mengetahui bahwa ia juga butuh mengenang.

.

Lihat selengkapnya