Bawa Aku Pulang

Sarah Teplaka
Chapter #2

Jerat Ini Mencekik #2

Desir angin malam membawa aroma melati yang pahit, seolah mencemooh keputusanku. Rumah kontrakan ini, saksi bisu janji suci, kini terasa seperti penjara. Foto pernikahan kami, senyum Mas Arya yang dulu hangat, kini menusuk hati seperti belati.

Aku, seorang istri namun … Aku sudah salah langkah, raga serta pikiran ini malah terjerumus ke dalam jurang kegelapan. Hasrat untuk hidup mewah, untuk lepas dari jeratan ekonomi keluarga, membawaku pada pikiran sempit yang membuat keadaanku makan sulit. Aku dibutakan oleh keinginan berlebihan dalam hati, mengabaikan peringatan Mas Arya. Aku menggadaikan perhiasan, menjual barang berharga, bahkan meminjam uang dari pinjaman online, semuanya tanpa sepengetahuan Mas Arya.

Ketika gelembung keinginan itu pecah bahkan meledak ke permukaan yang aku sendiri tak dapat membendungnya, aku malah hancur. Hutang menumpuk, bunga berbunga, mencekikku dalam lilitan masalah keuangan. Dering telepon genggam ini seakan menyiksaku setiap detiknya, layarnya tak mampu aku lihat lagi.

Dengan langkah gontai, aku beranikan diri memberi tahu beban yang sekarang tak bisa lagi aku bendung saat ini. Luapannya hampir menelanku utuh. Aku menyodorkan buku kas yang selama ini aku sembunyikan dari suamiku, Mas Arya. Mata bulat itu menatapku dengan penuh tanda tanya, aku hanya bisa tersenyum getir. 

Mas Arya membuka buku itu dan matanya terbelalak, beberapa kali ia menghela napas panjang. Ia menutup buku itu lalu menggelengkan kepalanya seraya menatapku. Air mata ini menetes, lalu aku jatuh tersungkur di dekat kaki Mas Arya, “Aku minta maaf, aku selama ini merahasiakan ini dari kamu, Mas.”

Mas Arya diam saja, ia tak merespon ucapan permintaan maafku sama sekali. Mas Arya berdiri lalu meninggalkan aku yang masih bergumul dengan kebodohanku sendiri saat itu. 

Lantai rumah terasa begitu dingin sehingga aku hampir membeku dibuatnya, tangan yang biasanya mendekapku erat kini menjauh, memberi jarak diantara ruang hampa ini. Air mataku mendadak menjadi sungai tak bertepi saat ini. Aku terus menyalahkan diri di dalam hati.

Kenapa loe itu bodoh bener sih jadi orang ya, Puri?? Apa lagi yang loe cari sekarang???

Mas Arya, dengan hati hancur, mencoba membantuku. Namun, kekecewaan dan rasa sakit yang kulihat di matanya, membuatku merasa seperti sampah.

***

Sinar mentari membuka lembaran baru dari cerita hidupku yang sudah amburadul ini, aku ini menuliskan kisah lain yang menarik sehingga bisa aku kenang dikemudian hari atau aku banggakan ke banyak orang tapi ini malah mendatangkan lara yang tiada bertepi bagiku saat ini. 

Aku memberanikan diri berjalan menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan Mas Arya pagi ini namun ternyata …

Lihat selengkapnya