Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui tirai kamar tidur Aditya dan Sinta. Sinta terbangun lebih awal seperti biasanya, mempersiapkan sarapan sambil menikmati kedamaian pagi. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Perubahan kecil dalam sikap Aditya belakangan ini membuatnya merasa cemas.
Aditya turun dari kamar dengan wajah yang tampak lelah. Dia meraih secangkir kopi dan duduk di meja makan, tersenyum tipis pada Sinta. "Pagi, Sayang," sapanya.
"Pagi, Mas," jawab Sinta sambil meletakkan piring di depannya. "Kamu kelihatan capek. Kerjaan banyak, ya?"
Aditya mengangguk pelan, mengambil sendok dan mulai makan. "Ya, banyak proyek baru yang harus diselesaikan."
Sinta hanya mengangguk, mencoba menutupi kecemasannya. Dia tidak ingin membuat Aditya merasa terbebani dengan kekhawatirannya. Namun, intuisi seorang istri sulit untuk diabaikan. Sinta merasa ada yang tidak beres, sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata.
Selama beberapa minggu berikutnya, perubahan dalam diri Aditya semakin terlihat jelas. Dia sering pulang terlambat, lebih sering berada di luar rumah, dan terkadang tampak terlarut dalam pikirannya sendiri. Sinta mencoba untuk tetap positif, meyakinkan dirinya bahwa ini hanya fase sementara dalam kehidupan pernikahan mereka.