Bayang-bayang Kematian di Kursi Nomor Satu

Shabrina Farha Nisa
Chapter #5

Fitnah Pertama: Bisnis Reza

Beberapa Minggu Kemudian Setelah "Euforia"

Jakarta

Ketenangan pasca-badai itu, seperti diduga oleh Anton Prasetya dan Angel Marina, memang tak berlangsung lama. Roda politik terus berputar, dan dengan semakin dekatnya tahun pemilihan, mesin-mesin intrik mulai dihidupkan kembali oleh mereka yang merasa terancam oleh popularitas Nisa Farha yang terus menanjak. Kali ini, serangan datang dari arah yang berbeda, lebih personal, membidik titik yang mereka anggap sebagai salah satu pilar kekuatan Nisa: Reza Satria.

Semuanya kembali dimulai dari faktaindonesia.com, portal berita daring yang sama yang dulu menjadi corong utama penolakan RUU Kesiapan Berkeluarga. Sebuah artikel opini, lagi-lagi ditulis oleh “pengamat politik independen” tanpa rekam jejak jelas, muncul di halaman depan situs mereka. Judulnya provokatif, dirancang untuk langsung menanam benih keraguan: "Periode Kedua Nisa: Jaminan Karpet Merah untuk Imperium Bisnis Satria?"

Artikel itu tidak berisi tuduhan korupsi langsung, melainkan rangkaian fakta dan data bisnis Reza Corp yang dipelintir dan disajikan dengan narasi penuh insinuasi. Pertumbuhan pesat Reza Corp selama lima tahun terakhir, beberapa tender pemerintah yang dimenangkan (meskipun lewat proses terbuka), ekspansi ke sektor energi hijau—semuanya dibingkai seolah-olah merupakan hasil dari konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan Nisa Farha. Pertanyaan penutupnya menusuk: akankah periode kedua Nisa menjadi ajang pelanggengan dinasti bisnis keluarga di jantung kekuasaan?

Reza membaca artikel itu dengan kening berkerut saat sarapan bersama Nisa di paviliun pribadi mereka. Kopinya yang mengepul hangat terasa dingin di tenggorokannya.

"Mereka mulai lagi, Yang," gumam Reza datar, menunjukkan layar tabletnya pada Nisa.

Nisa membaca artikel itu dengan cepat, rahangnya mengeras menahan geram. Pola yang sama, strategi yang sama: serang orang terdekatnya untuk merusak citranya. "Fitnah murahan," desis Nisa. "Semua proyek itu didapat secara profesional, Mas. Publik juga tahu itu."

"Publik tahu, Nisa. Tapi opini publik mudah sekali dibentuk," sahut Reza, nada lelah menyelinap dalam suaranya. "Artikel ini hanya pembuka. Sebentar lagi pasti akan ada “bocoran” data palsu, serangan buzzer .... Mereka ingin menciptakan persepsi negatif tentangku, dan itu akan berimbas padamu."

Nisa menggenggam tangan suaminya. "Kita hadapi ini bersama. Jangan biarkan mereka memengaruhimu. Bisnismu bersih, semua orang tahu integritasmu."

Reza membalas genggaman itu, mencoba menarik kekuatan dari tatapan mata Nisa yang penuh keyakinan. Tapi ia tahu, badai baru saja dimulai.

Lihat selengkapnya