Sabtu Pagi
Jakarta Selatan
Langit Jakarta Sabtu pagi itu tetap setia dengan mendung kelabunya, seolah menjadi latar yang pas untuk misi nekat yang sedang dijalankan Nisa Farha. Berbekal alasan ingin mencari ketenangan sendirian, Nisa berhasil mengelabui ajudan dan Paspampresnya. Dengan jantung berdebar kencang di balik penyamaran kerudung lebar dan kacamata hitamnya, ia berjalan tenang di taman belakang Istana, lalu di titik buta kamera yang sudah ia hafal, ia menyelinap cepat melalui pintu samping kecil di tembok Istana.
Berhasil! Ia berada di luar. Adrenalin memompa darahnya lebih cepat, mengalahkan rasa takut sesaat. Ia berjalan cepat menyusuri gang sepi menuju jalan raya, berhasil menyetop taksi konvensional tanpa dikenali sopirnya yang setengah mengantuk. Ia menyebut nama pusat perbelanjaan dekat Kemang sebagai tujuan awal.
Perjalanan terasa menyiksa. Setiap lampu merah, setiap kemacetan kecil, terasa seperti menambah beban kecemasan Nisa. Pikirannya terus berputar: Apa yang akan ia katakan pada Zidan? Bagaimana jika Zidan marah? Bagaimana jika Zidan menolak bicara? Bagaimana jika ... jika Zidan terlibat dalam video itu? Kemungkinan terakhir itu terasa paling menyakitkan.
Setelah turun tak jauh dari mal tujuannya, Nisa berjalan kaki menuju alamat kantor firma Zidan. Sepi. Kantor itu tutup di hari Sabtu. Rasa kecewa dan panik mulai menjalari Nisa. Tapi ia teringat cerita Zidan dulu tentang apartemen studio kecilnya di dekat kantor. Arkanasya Residence.
Dengan harapan terakhir, Nisa berjalan kaki lagi menuju apartemen kelas menengah itu. Di lobi, ia berhasil mengelabui resepsionis dengan mengatakan sudah punya janji, dan mendapatkan nomor unit Zidan: 1208.
Lift terasa bergerak begitu lambat membawanya ke lantai 12. Koridor sepi menyambutnya. Ia berdiri di depan pintu kayu unit 1208, menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang menggila. Ia mengetuk. Sekali. Dua kali.
Hening.
Firasat buruk mulai merayapinya. Ia mencoba gagang pintu. Tidak terkunci. Sedikit terbuka. Aneh. Zidan sangat peduli privasi dan keamanan.
"Zidan?" panggil Nisa pelan, mendorong pintu sedikit lebih lebar. "Ini aku, Nisa."
Hening.