Minggu Ketiga Sejak Nisa “Sakit”
Istana Negara, Jakarta
Tekanan di Istana Negara kini terasa memiliki episentrum baru: ruang kerja Wakil Presiden Pradipta Angkasa. Politisi senior yang biasanya tenang dan lebih banyak bekerja di belakang layar itu kini harus berdiri di bawah sorotan paling terang, menjalankan tugas kepresidenan dalam situasi paling abnormal, sambil menjaga rahasia paling besar yang bisa mengguncang republik. Setiap hari adalah ujian keseimbangan yang luar biasa antara menjalankan roda pemerintahan, menangkis serangan politik, dan menjaga kebohongan tentang kondisi Presiden Nisa Farha.
Pagi itu, Pradipta baru saja menyelesaikan rapat virtual menegangkan dengan para ketua umum partai koalisi. Pertemuan itu didominasi oleh satu topik: ketidakpastian. Kapan Presiden Nisa akan pulih? Apakah "sakit"-nya permanen? Bagaimana strategi koalisi menghadapi pemilu jika Nisa tidak bisa maju lagi? Pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan dengan nada sopan namun penuh desakan. Pradipta menjawabnya dengan diplomasi terbaiknya, mengulang narasi resmi tentang kondisi Nisa yang "menunjukkan kemajuan tapi butuh waktu", sambil meyakinkan bahwa pemerintahan tetap solid di bawah kendalinya. Namun ia tahu, kesabaran para petinggi partai itu ada batasnya. Deadline pendaftaran Bacapres semakin dekat.
"Mereka mulai tidak sabar, Pak Wapres," ujar Anton Prasetya sesaat setelah rapat virtual itu berakhir. Anton adalah salah satu dari sedikit orang di Istana yang mengetahui kebenaran tentang Nisa dan kini menjadi tangan kanan Pradipta dalam mengelola krisis internal. "Bisik-bisik tentang mencari calon alternatif semakin kencang."
Pradipta menghela napas panjang, memijat keningnya. "Aku tahu, Ton. Tapi kita tidak bisa terburu-buru. Kita harus memberi waktu bagi Pak Reza dan tim untuk menemukan Ibu Presiden. Jika kita gegabah mengumumkan calon lain sekarang, itu sama saja dengan mengkhianati Ibu Presiden." Loyalitasnya pada Nisa masih kuat, tapi ia juga sadar tanggung jawabnya pada negara dan koalisi.
Tekanan tidak hanya datang dari internal koalisi. Hardiman Suryo dan kubu oposisi semakin gencar memanfaatkan situasi. Setiap hari ada saja pernyataan baru di media yang mempertanyakan kondisi Nisa, menuntut bukti medis, atau menyindir kinerja Wapres Pradipta. Hardiman bahkan secara terbuka mengusulkan pembentukan Pansus DPR untuk "mengevaluasi kondisi kesehatan dan kemampuan menjalankan tugas Presiden". Sebuah manuver politik licik yang jelas bertujuan untuk semakin mendeskreditkan Nisa dan pemerintahannya.
"Kita harus merespons isu pansus ini dengan hati-hati, Pak Wapres," saran Angel Marina dalam rapat koordinasi berikutnya yang juga dihadiri Reza Satria (yang menyempatkan diri datang sebelum kembali ke rumah sakit). "Jangan sampai kita terlihat panik atau defensif."