Bayang Cinta Di Balik Tirai

Gie
Chapter #5

Hati Yang Terselubung

Nadia melangkah gontai di bawah rintik hujan yang masih mengguyur kota, menyelimuti malam dengan suasana melankolis yang mendalam. Setelah pertemuan yang begitu emosional di kafe dengan Rizky, pikirannya dipenuhi oleh rasa yang sulit ia uraikan. Ada kehangatan dari pertemuan itu, namun bersamaan dengan itu, luka lama terasa terbuka kembali, seolah mengingatkannya bahwa cinta mereka dahulu masih memiliki bekas yang dalam.

Ketika ia sampai di depan pintu rumah, suasana tenang yang menyelimuti lingkungan membuatnya semakin tersesat dalam pikirannya. Tangannya sedikit gemetar saat ia membuka pintu, menggesek kunci dengan gerakan perlahan seolah enggan memasuki rumah yang kini terasa dingin. Nadia menanggalkan jaketnya dengan hati-hati, menggantungnya di balik pintu. Sebelum masuk lebih dalam, ia meletakkan payung basahnya di rak dekat pintu, tetesan air jatuh pelan ke lantai, seolah menambah berat langkahnya. Rambutnya yang sedikit basah jatuh di bahunya, menambah rasa berat yang ia rasakan di dalam dadanya.

Ruang tamu rumahnya tampak begitu sunyi. Hanya suara tetesan air dari daun jendela yang terdengar samar di antara keheningan itu. Sofa yang biasanya menjadi tempatnya bersantai kini terlihat seperti tempat di mana ia akan terperangkap dalam pikirannya sendiri. Nadia duduk di ujung sofa, memeluk dirinya sendiri seolah mencari kehangatan yang tidak ia temukan di dalam rumah ini. Pandangannya kosong, tertuju ke langit-langit ruangan, tapi pikirannya sedang jauh melayang kembali ke momen-momen yang ia habiskan bersama Rizky.

Ia memejamkan mata, mengingat kembali percakapan di kafe. Setiap kata yang mereka ucapkan, setiap tatapan yang mereka tukar, terasa begitu kuat dan mendalam. Ada sesuatu yang tak terucap, yang menggantung di udara di antara mereka. Rasanya seperti ada janji yang belum diselesaikan, sesuatu yang ingin mereka katakan namun tak mampu keluar dari bibir mereka. Itu semua terulang dalam kepalanya, memunculkan kembali segala perasaan yang ia coba redam selama ini.

Nadia berdiri dengan gerakan lambat, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Foto-foto keluarga tergantung di dinding, wajah-wajah tersenyum yang biasanya memberi rasa nyaman, kini hanya membuatnya merasa semakin jauh dari kenyataan. Tangannya menyentuh salah satu bingkai foto, tetapi kemudian ia menariknya kembali, seolah sentuhan itu terlalu menyakitkan.

Dia berjalan ke jendela, menyingkap sedikit tirai untuk melihat hujan yang terus membasahi jalanan. Cahaya lampu jalan yang remang-remang memantulkan genangan air, menciptakan pemandangan yang begitu syahdu. Tapi di balik semua keindahan itu, Nadia merasa terperangkap dalam badai emosinya sendiri.

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya, tetapi tak bisa mengabaikan rasa sesak yang menghimpit dadanya. Pikirannya tak bisa berhenti memutar ulang momen-momen bersama Rizky—saat mereka tertawa bersama, ketika Rizky menatapnya dengan tatapan lembut yang penuh arti, atau ketika ia merasakan hangatnya genggaman tangan Rizky. Semua itu terasa nyata di benaknya, begitu hidup hingga ia bisa merasakan kembali detak jantungnya berdegup kencang seperti dulu.

Lihat selengkapnya