Beberapa bulan setelah kemenangan Elias dan Mischa, suasana di sekolah telah kembali tenang. Kegiatan belajar mengajar berlangsung seperti biasa, namun bagi Elias, semuanya terasa berbeda. Kepercayaan dirinya meningkat pesat, dan dia tidak lagi merasa ragu pada dirinya sendiri. Kini, dia siap menghadapi tantangan baru yang akan datang.
Kelompok dukungan yang dibentuk oleh Elias dan Mischa terus berkembang. Siswa-siswa yang dulunya pemalu atau merasa terintimidasi kini dengan berani bergabung dan berbagi pengalaman mereka. Ketika Elias melangkah ke ruang kelompok, dia melihat wajah-wajah ceria dan mendengar suara tawa. Ini bukan hanya sekadar kelompok; ini adalah komunitas yang saling mendukung dan merayakan keberagaman. Elias merasa bangga, menyaksikan bagaimana ruang ini menjadi simbol perubahan positif di sekolah, di mana bullying tidak lagi diterima dan setiap orang dihargai.
Hubungan Elias dengan keluarganya juga semakin erat. Orang tuanya memperhatikan transformasi positif dalam diri Elias. Dia menjadi lebih terbuka, berbagi tentang perjuangan dan harapan-harapannya untuk masa depan. Suatu malam, saat mereka berkumpul di meja makan, ibunya menatapnya dengan bangga. “Kami sangat bangga padamu, Elias. Kamu bukan hanya berani, tetapi juga penuh perhatian terhadap orang lain,” katanya, sambil mengelus punggung tangan Elias. Saat itu, Elias merasakan cinta dan dukungan yang mendalam dari keluarganya, yang selalu ada untuknya.
Pada suatu sore yang cerah, Elias dan Mischa duduk di taman favorit mereka, dikelilingi oleh bunga-bunga bermekaran. “Apa rencanamu setelah sekolah?” tanya Mischa, menggigit lipatan bibirnya dengan penuh rasa ingin tahu. Elias menghela napas, mencoba merumuskan pikirannya. “Aku berpikir untuk menjadi guru,” jawabnya, tatapannya berkilau. “Aku ingin bisa mendukung siswa-siswa yang mengalami kesulitan, sama seperti kamu membantuku.”