Suasana di sekolah telah berubah drastis. Setelah upacara kelulusan yang meriah, Elias dan Mischa merasakan campur aduk dalam hati mereka. Ada kebahagiaan karena akhirnya mereka mencapai titik ini, tetapi juga ketidakpastian tentang apa yang akan datang selanjutnya. Mereka berdiri di depan gerbang sekolah, tempat yang selama ini menjadi saksi perjalanan mereka. “Ini adalah akhir dari satu bab dan awal dari bab yang baru,” kata Elias sambil menatap plakat sekolah yang terpampang di depan mereka. Mischa mengangguk, dan mereka berdua tahu bahwa meskipun mereka akan berpisah untuk sementara, mereka akan selalu menjaga ikatan persahabatan mereka.
Hari-hari menjelang perpisahan mereka dipenuhi dengan tawa, kenangan, dan harapan. Di antara pelukan dan janji untuk tetap berhubungan, ada keharuan yang tak terelakkan. “Jangan lupa untuk selalu mengirimi aku pesan, ya!” ujar Mischa dengan suara yang hampir bergetar. Elias tersenyum dan berjanji akan selalu ada untuknya, terlepas dari jarak yang memisahkan. Ketika mereka berpisah di stasiun kereta, momen itu terasa seperti akhir dari sebuah era. Keduanya menatap satu sama lain, sebelum akhirnya berpisah menuju tujuan yang berbeda, membawa serta harapan untuk masa depan.
Ketika semester pertama dimulai, Elias dan Mischa masing-masing menemukan diri mereka di dunia yang baru. Di kampusnya, Elias merasa terjebak di antara kerumunan orang asing. Suasana kelas yang padat membuatnya merasa sedikit canggung. Ia merindukan teman-teman yang selalu mendukungnya. Sementara itu, Mischa mulai beradaptasi dengan lingkungan baru yang lebih dinamis. Dia mengikuti berbagai organisasi, mencoba menjalin pertemanan, tetapi kadang merasa tertekan untuk bersaing dengan mahasiswa lain yang lebih berpengalaman.
Keduanya menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan akademis yang tinggi. Elias merasa kesulitan dengan mata kuliah yang lebih kompleks, sementara Mischa berjuang untuk menyeimbangkan waktu antara kuliah dan kegiatan organisasinya.
Setelah semester pertama berakhir, liburan pertama mereka tiba. Dengan semangat, mereka merencanakan pertemuan di taman tempat mereka dulu sering bercengkerama. Saat melihat satu sama lain, mereka berdua merasakan kehangatan yang sama seperti sebelumnya. Mereka duduk di bangku favorit, dan percakapan pun mengalir. “Rasanya seperti baru kemarin kita lulus,” kata Elias, mengingat kembali momen berharga di sekolah. Mischa setuju, tetapi keduanya menyadari betapa banyaknya perubahan yang telah terjadi dalam hidup mereka.
Mereka mulai menceritakan pengalaman masing-masing, dari tantangan yang dihadapi hingga pelajaran yang dipetik. Elias berbagi tentang kelompok dukungan yang ia dirikan di kampus, sementara Mischa bercerita tentang kegiatan kemanusiaannya.