Masa transisi memasuki semester kedua di kampus menciptakan perasaan campur aduk bagi Elias dan Mischa. Suasana di kampus semakin ramai dengan mahasiswa baru, tetapi bagi mereka, ini adalah waktu untuk memulai tantangan baru. Di satu sisi, ada rasa antusiasme yang menggugah semangat, namun di sisi lain, mereka merasa sedikit tertekan dengan beban akademis yang menunggu.
“Semoga kita bisa beradaptasi dengan cepat,” kata Mischa sambil menyaksikan kerumunan mahasiswa baru yang berlarian di sekitar mereka.
Elias mengangguk, tapi keraguan tetap ada di benaknya. “Ini akan berbeda. Kita harus lebih siap.”
Ketika semester dimulai, kenyataan akan tantangan akademis semakin jelas. Kursus yang diambil jauh lebih sulit dibandingkan dengan semester pertama. Elias merasa terjebak dalam aljabar abstrak, sementara Mischa kesulitan dengan teori psikologi yang semakin kompleks. Dalam suasana yang semakin menegangkan, mereka berdua berjuang untuk mempertahankan nilai mereka.
Suatu malam, setelah menyelesaikan tugas yang tampak tak ada habisnya, Mischa menghela napas panjang. “Aku tidak yakin bisa mengatasi semua ini. Rasanya seperti terjebak dalam labirin.”
Elias merasakan tekanan yang sama. “Kita harus mencari cara untuk mengatasi kesulitan ini. Mungkin kita bisa belajar bersama atau mencari bantuan.”
Selain kesulitan akademis, mereka berusaha untuk membangun jaringan di kampus. Salah satu cara adalah dengan menghadiri berbagai acara dan seminar. Saat mereka tiba di seminar pertama, atmosfernya terasa menjanjikan, dengan banyak pembicara hebat dan peluang untuk bertemu mahasiswa lain.
“Ini kesempatan kita untuk terhubung,” kata Elias dengan bersemangat.
Mereka bertemu dengan mahasiswa dari fakultas lain dan saling berbagi pengalaman. Dengan penuh harapan, mereka menyadari bahwa membangun hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat sama bisa membantu mereka mengatasi kesulitan yang dihadapi.
Dukungan dari teman dan keluarga juga menjadi faktor penting dalam perjalanan mereka. Di tengah kesulitan, mereka sering melakukan panggilan video dengan orang tua mereka. Dalam salah satu percakapan, ibu Mischa mengingatkan, “Ingatlah, tidak ada yang lebih penting daripada kesehatan mentalmu. Jangan ragu untuk meminta bantuan.”