Bayang di Balik Luka

Arief Rahmanto
Chapter #14

Jejak yang Tertinggal

Di tengah hawa sore yang lembut, Elias dan Mischa berjalan beriringan di taman yang dulu sering mereka datangi semasa sekolah. Daun-daun berguguran dari pepohonan, menyelimuti jalan setapak dengan karpet berwarna kuning keemasan. Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka kembali ke masa-masa indah yang pernah mereka lalui, penuh tawa dan air mata. Kenangan itu terasa hangat, mengingatkan mereka pada semua tantangan yang telah mereka hadapi bersama, dari ujian demi ujian hingga ke perjalanan emosional yang membuat mereka lebih dekat.

“Tempat ini tidak banyak berubah,” kata Mischa sambil memandang sekeliling. “Seperti waktu berhenti di sini.”

“Ya,” jawab Elias, “Tapi kita sudah jauh berkembang sejak saat itu.” Dia meraih tangan Mischa, dan keduanya berhenti sejenak di bangku kayu yang sering mereka duduki. Di sanalah mereka menghabiskan waktu berbicara tentang impian, ketakutan, dan semua hal di antara keduanya.

Saat mereka duduk, Elias teringat pada jurnal lama yang ia simpan. Dengan rasa ingin tahu, ia mengeluarkan jurnal itu dari tasnya. “Aku menemukan ini di rumah,” katanya sambil membuka halaman-halaman yang mulai menguning. “Ini adalah semua catatanku selama masa-masa sulit di sekolah menengah.”

Mischa memandangnya dengan penuh minat. “Boleh aku lihat?” Dia mengambil jurnal itu dan mulai membaca. Tulisan tangan Elias mencurahkan emosi yang mendalam, menggambarkan rasa kesepian, kebingungan, dan harapan. “Kamu benar-benar mengekspresikan dirimu dengan baik,” puji Mischa. “Aku tidak tahu kamu merasa seperti itu.”

“Begitulah,” Elias menjawab. “Kadang-kadang sulit untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan secara langsung. Tapi menulis itu membuat semuanya terasa lebih jelas.” Dia tersenyum ketika melihat beberapa halaman yang menggambarkan momen-momen bahagia mereka bersama.

Terinspirasi oleh kenangan tersebut, Mischa memiliki ide untuk mengadakan acara berbagi cerita di kampus. “Bagaimana kalau kita mengundang teman-teman untuk menceritakan pengalaman mereka?” tanyanya. “Ini bisa jadi cara yang bagus untuk memperkuat komunitas dan membuka ruang bagi semua orang.”

Elias setuju dengan antusias. “Itu ide yang luar biasa. Kita bisa saling mendukung dan belajar dari pengalaman satu sama lain.” Mereka mulai merencanakan acara tersebut, berkoordinasi dengan teman-teman dan dosen untuk memastikan semuanya berjalan lancar.

Ketika hari acara tiba, suasana di kampus sangat meriah. Banyak teman yang hadir, siap berbagi cerita. Beberapa dari mereka menceritakan pengalaman sulit yang mereka hadapi, sementara yang lain berbagi momen-momen bahagia yang mengubah hidup mereka. Setiap cerita menambah rasa kedekatan di antara mereka, dan Mischa dan Elias merasa bangga bisa menjadi bagian dari komunitas yang saling mendukung.

Lihat selengkapnya