Bayang di Balik Luka

Arief Rahmanto
Chapter #15

Jalan yang Berbeda

Suatu malam yang tenang di kampus, saat bintang-bintang berkilau di langit, Elias dan Mischa duduk di beranda asrama. Mereka merenungkan perjalanan pendidikan mereka. Namun, di balik senyuman dan tawa, ada rasa ketidakpuasan yang mengganggu. Dalam keheningan, Mischa memecah suasana. “Elias, apakah kamu merasa seperti kita sedang berjalan di jalan yang salah?”

Elias menghela napas, mengangguk pelan. “Aku merasa seperti sedang berjuang untuk menyesuaikan diri dengan apa yang diharapkan. Setiap kali aku melihat rencana masa depan yang sudah ditentukan, aku merasa semakin jauh dari diriku sendiri.” Mereka berdua terdiam, memikirkan pertanyaan yang sama: Apakah ini benar-benar yang aku inginkan? Ketidakpuasan itu semakin menguat ketika mereka menyaksikan teman-teman sekelas lainnya bersemangat mengejar impian mereka. Di saat yang sama, mereka merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Di tengah kebingungan itu, mereka memiliki kesempatan untuk bertemu dengan seorang mentor baru, Ibu Maya, seorang dosen seni dan kesehatan mental. Dalam pertemuan yang menggugah semangat, Ibu Maya berbagi pengalamannya sendiri tentang menemukan jalan yang benar bagi dirinya. “Jangan takut untuk mengeksplorasi minat kalian,” katanya dengan senyum tulus. “Kadang, jalur yang tidak terduga bisa membawa kalian menuju penemuan diri yang sesungguhnya.”

Kata-kata Ibu Maya menyentuh hati mereka. Di sana, di ruang yang penuh dengan karya seni, Elias dan Mischa merasa terinspirasi untuk menjelajahi potensi yang mungkin belum mereka sadari. “Mungkin kita perlu mencoba sesuatu yang baru,” ucap Elias. “Mungkin inilah saatnya untuk menemukan diri kita yang sebenarnya.”

Dengan semangat yang baru, Elias mendaftar untuk kelas seni yang telah lama ingin ia ambil. Setiap kali ia mengaduk cat di palet, ide-ide kreatifnya mengalir tanpa henti. Dia menemukan kegembiraan dalam melukis, menggambar, dan bereksperimen dengan media baru. Di sisi lain, Mischa mengambil kursus tentang kesehatan mental dan mindfulness. Dia terpesona oleh bagaimana cara-cara sederhana bisa membantu orang lain menemukan kedamaian dalam diri mereka.

Selama kelas, mereka sering berbagi cerita tentang pengalaman mereka. Mischa menceritakan bagaimana mindfulness membantunya menemukan ketenangan di tengah kesibukan, sementara Elias menggambarkan bagaimana seni membantunya mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam. Keduanya menemukan kegembiraan dalam proses belajar yang baru dan berbeda. Tawa dan diskusi hangat menggantikan keraguan yang sebelumnya menggelayuti mereka.

Namun, seiring dengan perubahan arah yang mereka ambil, ketegangan mulai muncul di antara mereka. Suatu sore, saat mereka berbincang di kafe kampus, Mischa dengan serius berkata, “Elias, aku merasa kita mungkin mengambil jalan yang sangat berbeda. Apa yang akan terjadi pada persahabatan kita?”

Elias merasakan jantungnya berdebar. “Aku juga khawatir. Tapi kita tidak bisa membiarkan ketakutan menghalangi kita mengejar apa yang kita inginkan. Kita bisa tetap saling mendukung meski jalur kita berbeda.”

Perasaan cemas dan keraguan menghantui pikiran mereka. Apakah mereka akan kehilangan kedekatan yang telah terjalin selama ini? Momen-momen ini menjadi pengingat akan ketidakpastian yang selalu menyertai perjalanan hidup mereka.

Lihat selengkapnya