Bayang di Balik Luka

Arief Rahmanto
Chapter #35

Momen Berharga

Kampus dipenuhi oleh kegembiraan menjelang acara tahunan yang selalu dinanti-nantikan oleh semua orang—festival reuni. Hari itu selalu istimewa, menyatukan kembali wajah-wajah lama dan baru dalam perayaan kebersamaan. Bendera warna-warni berkibar di sekitar gedung-gedung, meja-meja makanan lokal dan internasional berjajar di sepanjang halaman, dan suara riuh percakapan penuh tawa terdengar menggema di udara yang sejuk. Elias dan Mischa merasa terhubung dengan energi ini, seperti yang sudah mereka rasakan setiap tahun. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini; mungkin karena perjalanan mereka sendiri yang semakin matang, mereka menyadari betapa berharganya momen-momen seperti ini—momen yang merangkum makna kebersamaan dan perayaan hidup.

Sebagai bagian dari komite perencana acara, Elias dan Mischa terlibat dalam berbagai kegiatan persiapan. Mereka bergabung dengan tim kecil teman-teman kampus mereka, membahas ide-ide kreatif untuk tema dan aktivitas tahun ini. Ide-ide tentang pertunjukan musik live, stan makanan dari berbagai negara, hingga lokakarya seni muncul dalam diskusi. Antusiasme dirasakan di setiap pertemuan.

"Bagaimana kalau kita mengundang alumni yang dulu aktif di bidang seni untuk mengisi acara?" kata Elias, matanya berbinar penuh ide.

"Dan mungkin kita bisa menyisihkan sebagian dari dana yang kita kumpulkan untuk program amal atau lingkungan," tambah Mischa. Teman-teman mereka setuju, merasa bahwa acara tahunan ini harus menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar perayaan. Itu harus memiliki makna yang lebih dalam—sebuah pengingat bahwa kita semua saling terhubung dan memiliki tanggung jawab terhadap komunitas kita.

Selama minggu-minggu persiapan, ada banyak kesempatan bagi Elias dan Mischa untuk merenung tentang perjalanan hidup mereka. Sering kali, mereka mendapati diri tertawa ketika mengenang masa-masa di sekolah menengah—hari-hari ketika mereka masih lugu dan penuh impian besar, namun mungkin tanpa arah yang jelas.

“Aku masih ingat betul ketika kita pertama kali bertemu,” kata Mischa dengan senyum di wajahnya. “Aku benar-benar gugup waktu itu.”

“Dan kamu selalu membawa buku tebal tentang seni, seolah-olah kamu sudah tahu semua yang akan terjadi!” Elias menimpali dengan tawa ringan.

Mereka mengingat saat-saat kecil yang kini terasa begitu bermakna: diskusi panjang di kantin kampus, malam-malam yang mereka habiskan untuk merencanakan proyek-proyek kecil, hingga momen-momen di mana mereka saling mendukung dalam menghadapi ujian kehidupan. Setiap kenangan yang muncul membawa kehangatan, menyadarkan mereka betapa berharganya perjalanan mereka bersama.

Lihat selengkapnya