Setelah perayaan besar yang menyatukan mereka dengan teman-teman dan komunitas kampus, suasana mulai berubah. Kehangatan yang tadinya menyelimuti Elias dan Mischa seolah memudar saat realitas kehidupan menghampiri. Di dalam diri mereka, mulai muncul ketegangan. Mereka mulai memikirkan jalan hidup yang berbeda dan merasakan dilema mendalam mengenai pilihan-pilihan karir mereka.
Elias merasa tertarik untuk mengejar jalur yang lebih praktis, bekerja di industri teknologi yang berkembang pesat. Mischa, di sisi lain, merasa panggilan yang kuat untuk tetap berada di jalur sosial, terlibat lebih dalam dengan pekerjaan-pekerjaan komunitas dan pengembangan masyarakat. Keduanya menyadari bahwa meski mereka telah menempuh perjalanan panjang bersama, mungkin jalan mereka mulai bercabang.
"Ini lebih sulit dari yang kubayangkan," kata Elias dalam hati saat dia memikirkan persahabatan mereka dan bagaimana keputusan-keputusan yang diambil bisa mengubah segalanya.
Di taman kampus yang dulu sering mereka kunjungi, Elias dan Mischa duduk berdua, berbicara tentang masa depan mereka. Mereka merasakan ketidakpastian yang begitu besar. Suara daun yang bergesekan di atas kepala mereka terdengar seiring embusan angin, menciptakan suasana tenang namun penuh dengan beratnya percakapan yang akan datang.
“Aku tidak tahu harus memilih yang mana,” kata Mischa sambil menundukkan kepala. “Ada banyak hal yang ingin kulakukan, tetapi entah kenapa aku takut kalau aku mengambil jalan yang salah.”
Elias menatapnya, wajahnya serius. “Aku juga merasa begitu. Tapi mungkin, ini waktunya bagi kita untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Kita sudah bersama begitu lama, mungkin kita bisa saling mendukung meski pada akhirnya pilihan kita berbeda.”
Mereka berbicara selama berjam-jam, menggali mimpi, ketakutan, dan harapan masing-masing. Meskipun ada perbedaan pandangan, Elias dan Mischa tetap mendengarkan satu sama lain dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi. Bagi mereka, persahabatan adalah tentang memahami, meskipun tidak selalu setuju.
Setelah diskusi panjang itu, mereka memutuskan untuk mencari pandangan lain—keluarga. Keduanya pulang ke rumah masing-masing, bertemu dengan orang tua dan saudara yang selalu menjadi tempat bagi mereka untuk berbagi cerita.
Di rumahnya, Elias duduk bersama ayahnya di ruang tamu yang hangat. "Aku bimbang," katanya. "Teknologi adalah masa depan, tapi aku takut jika aku meninggalkan semua yang sudah aku bangun dengan Mischa."
Ayahnya tersenyum bijak. “Pilihan selalu ada di tanganmu. Tapi ingat, apapun yang kamu pilih, pastikan itu adalah sesuatu yang membuatmu tumbuh, sesuatu yang membuatmu bahagia. Kamu tidak harus selalu berada di jalur yang sama dengan orang lain untuk tetap terhubung.”
Sementara itu, di rumah Mischa, ibunya memberi nasihat serupa. "Hidup ini tentang pilihan, sayang. Dan tak apa jika kamu dan Elias memilih jalan yang berbeda. Yang penting, kamu berani mengambil langkah dan bertanggung jawab atas keputusanmu."