Waktu berlalu sejak Elias dan Mischa menempuh jalan masing-masing. Pada awalnya, mereka merasa semangat dan siap menghadapi kehidupan baru yang terbentang di hadapan mereka. Namun, seiring waktu, kebingungan dan rasa kehilangan mulai meresap. Tanpa kehadiran satu sama lain yang selama ini menjadi penopang, mereka merasa terombang-ambing. Ketiadaan dukungan langsung membuat mereka merasakan kehampaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Elias yang kini berada di dunia teknologi mulai merasakan tekanan yang berat. Proyek-proyek besar yang tadinya ia impikan justru membuatnya terjebak dalam rutinitas yang terasa hampa. Di sisi lain, Mischa, yang memilih jalur sosial, mulai merasakan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di desa terpencil. Meskipun misinya jelas, yakni membantu masyarakat, tantangan yang ia hadapi justru membuatnya mempertanyakan pilihannya.
Kebingungan ini membawa mereka pada titik refleksi. Mereka masing-masing merasa kehilangan arah, seolah-olah perjalanan hidup yang mereka pilih tidak lagi sesuai dengan keinginan terdalam mereka.
Di saat-saat sulit tersebut, Elias dan Mischa mulai merenung lebih dalam. Mereka mulai mempertanyakan apa sebenarnya yang mereka inginkan dari kehidupan ini. Elias mulai bertanya-tanya apakah kesuksesan karir benar-benar sebanding dengan harga yang harus ia bayar dalam bentuk kehilangan keseimbangan hidup. Mischa pun merenung, apakah pengorbanan untuk orang lain membuatnya melupakan kebutuhan dan kebahagiaan dirinya sendiri.
Malam-malam panjang sering diisi dengan perenungan, di mana mereka mencoba menyusun kembali potongan-potongan perjalanan hidup mereka. Di tengah keheningan, mereka belajar satu hal: bahwa kehidupan yang otentik bukanlah tentang memenuhi ekspektasi orang lain atau hanya mengejar mimpi besar. Kehidupan yang otentik harus berasal dari dalam, dari pemahaman yang mendalam tentang siapa mereka sebenarnya dan apa yang benar-benar membuat mereka bahagia.
Ketakutan akan kegagalan dan penolakan mulai mengintai pikiran mereka. Elias merasa bahwa jika ia meninggalkan dunia teknologi yang menjanjikan, ia mungkin akan dicap sebagai orang yang gagal. Sementara itu, Mischa mulai merasakan ketakutan bahwa jalan yang ia pilih mungkin bukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Ketakutan-ketakutan ini membatasi mereka, menghalangi langkah mereka untuk maju.
Namun, di balik ketakutan itu, ada dorongan kuat untuk mencoba sesuatu yang baru. Elias mulai tertarik dengan ide-ide kreatif yang sebelumnya ia abaikan, seperti menulis dan desain produk. Sementara itu, Mischa memutuskan untuk mengeksplorasi hobi yang selalu ia sukai sejak kecil, yakni melukis. Mencoba hal baru ini membuat mereka keluar dari zona nyaman dan menantang diri mereka untuk berkembang.
Ketika Elias mulai merancang produk yang lebih inovatif dan kreatif, ia merasakan kembali gairah yang telah lama hilang. Sebuah ide muncul: ia bisa menggabungkan teknologi dengan seni untuk menciptakan karya yang lebih bermakna. Temuan ini tidak hanya memberikan arah baru dalam karirnya, tetapi juga membuka sisi kreatif dalam dirinya yang selama ini terpendam.