Matahari bersinar cerah di langit biru saat Elias dan Mischa berdiri di depan gerbang kampus, momen bersejarah yang menandai akhir dari perjalanan panjang mereka. Suara sorak-sorai teman-teman sekelas dan ketua jurusan menggemakan harapan dan kebanggaan. Namun, di dalam hati mereka terdapat perasaan campur aduk; kegembiraan menyambut kelulusan bercampur dengan ketidakpastian akan masa depan yang menanti. Mereka berdua saling menatap, mengetahui bahwa perubahan besar sedang di depan mata, dan setiap detik terasa sangat berharga.
“Ini adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih besar,” kata Mischa, suaranya bergetar penuh emosi. Elias mengangguk, merasakan getaran semangat dan ketegangan bersamaan. Mereka telah menempuh perjalanan panjang, dan sekarang saatnya melangkah ke dunia yang belum mereka kenal.
Di suatu sore yang tenang, Elias dan Mischa memutuskan untuk meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan perjalanan mereka. Duduk di bangku taman yang sejuk, mereka mengingat kembali momen-momen indah dan tantangan yang telah mereka hadapi bersama.
“Rasanya baru kemarin kita mulai kuliah,” Elias berkata, matanya menerawang ke langit. “Sekarang kita sudah hampir lulus.” Mischa tersenyum, mengingat semua kenangan manis saat mereka berjuang bersama.
Meskipun bangga dengan pencapaian mereka, rasa cemas mulai merayap. Apa yang akan mereka lakukan setelah ini? Ke mana arah hidup mereka selanjutnya? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini menggelayuti pikiran mereka, keduanya tahu bahwa mereka harus mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya.
Dengan semangat baru, mereka mulai merencanakan langkah karir masing-masing. Elias bercita-cita untuk mengejar karir di bidang musik, sementara Mischa lebih tertarik pada pendidikan. “Aku sudah mengirim beberapa lamaran pekerjaan,” kata Mischa. “Bagaimana denganmu?” Elias merenungkan, berpikir tentang kesempatan yang ada di depan mereka. “Aku berpikir untuk melanjutkan studi, mungkin ambil program pascasarjana di musik.”
Diskusi ini memicu percakapan yang lebih dalam tentang mimpi dan ambisi masa depan. Mereka berbagi harapan dan ketakutan, saling memberi motivasi untuk mengambil langkah berani ke depan. “Kita pasti bisa melakukannya,” kata Elias, menepuk bahu Mischa. “Kita sudah melewati banyak hal bersama.”