Bayang di Balik Luka

Arief Rahmanto
Chapter #50

Panggilan Pulang

Suatu pagi yang cerah, saat mentari mulai membangunkan kota, Elias dan Mischa duduk di beranda kecil apartemen mereka yang sederhana. Dengan secangkir kopi di tangan, mereka saling memandang, perasaan campur aduk muncul dalam diri mereka. Setelah bertahun-tahun merintis karir di kota yang jauh, sebuah panggilan pulang terasa kian menguat. “Bagaimana kalau kita kembali ke tempat asal kita?” Mischa mengajukan ide yang sudah lama terpendam. “Aku rindu melihat teman-teman lama, tempat-tempat yang membawa kita ke titik ini.”

Elias mengangguk setuju, hatinya berdebar mendengar gagasan itu. “Kita bisa menemukan kembali diri kita di sana. Mengingat semua kenangan dan pelajaran berharga.” Keputusan itu pun terbuat, dan dalam hitungan hari, mereka mempersiapkan perjalanan ke kota kecil tempat mereka dibesarkan, mengemas rindu yang telah lama tersimpan.

Perjalanan menuju kota asal mereka adalah perjalanan yang dipenuhi nostalgia. Mobil mereka melaju di sepanjang jalan yang dipenuhi pepohonan, dan setiap belokan membawa kembali kenangan-kenangan masa kecil yang teramat manis. “Ingat ketika kita pernah bersepeda di jalur ini?” tanya Elias, matanya berbinar melihat papan reklame yang dulunya menjadi patokan. “Dan kita hampir jatuh ke dalam genangan air?”

Mischa tertawa, kenangan itu menghidupkan kembali kebahagiaan yang terlupakan. “Iya! Kita juga sering mencari tempat tersembunyi untuk bermain petak umpet,” balasnya, membayangkan bagaimana mereka berlarian tanpa beban. Jalanan yang mereka lewati terasa lebih sempit dari yang mereka ingat, tetapi keindahan alam sekitar tetap memikat. Keberadaan bukit-bukit hijau dan langit biru seolah menyambut mereka pulang, mengingatkan akan ketenangan yang telah lama hilang.

Saat mereka tiba di kota, perasaan hangat menyelimuti hati mereka. Malamnya, sebuah reuni diadakan di kafe favorit mereka semasa remaja. Momen pertama melihat teman-teman sekelas yang sudah lama tak bertemu membawa kembali banyak kenangan. “Wow, semua orang terlihat berbeda!” Mischa berbisik saat mereka melangkah masuk.

Dalam sekejap, suasana hangat menyelimuti ruang kafe. Canda tawa menggema, menghapus jarak waktu yang telah memisahkan mereka. “Elias! Mischa! Kalian akhirnya datang!” teriak salah satu teman mereka, menyambut mereka dengan pelukan hangat. Saat mereka bercerita, dinamika baru muncul dalam hubungan mereka. Setiap teman membawa cerita baru, tantangan yang mereka hadapi, dan pencapaian yang diraih. Meskipun mereka semua telah mengalami banyak perubahan, ikatan masa lalu terasa kuat dan tak terputus.

Keesokan harinya, Elias dan Mischa memutuskan untuk menjelajahi kembali tempat-tempat berharga yang pernah menjadi saksi perjalanan hidup mereka. Mereka mengunjungi sekolah lama, tempat di mana banyak kenangan indah terukir. Dinding-dinding sekolah itu kini telah dipenuhi dengan cat warna-warni, tetapi jiwanya tetap sama. Mereka berjalan di lorong yang pernah mereka lalui, teringat akan tawa dan air mata yang mewarnai masa remaja.

Lihat selengkapnya