Malam menggulung kota dalam dingin yang menusuk. Nathan memacu motornya ke tempat yang disebutkan Roni dalam pesan. Jalanan lengang, tetapi setiap tikungan terasa seperti perangkap. Langit malam tanpa bulan, seperti menggambarkan kegelapan yang mengintai hidup Nathan.
Markas geng Serigala Hitam berada di sebuah gudang tua di pinggiran kota, dikelilingi bangunan-bangunan yang sudah lama ditinggalkan. Nathan mematikan mesin motornya beberapa blok sebelum sampai. Ia tak ingin keberadaannya terdeteksi terlalu dini.
Ia berjalan perlahan di sepanjang gang sempit, mengandalkan bayangan untuk menyamarkan dirinya. Di depan, gudang itu berdiri menjulang, pintunya terbuka sedikit, memperlihatkan cahaya lampu neon yang berkedip-kedip. Suara tawa kasar terdengar dari dalam, bercampur dengan dentingan botol dan dentuman musik.
Nathan merogoh kantong jaketnya, memastikan pisau lipat kecil yang selalu ia bawa ada di sana. Ia tahu ini mungkin tidak cukup jika keadaan menjadi kacau, tetapi setidaknya itu memberinya rasa aman.
Dari sudut gelap, ia mengintip ke dalam gudang. Ada sekitar sepuluh pria di sana, termasuk pria dengan rambut panjang yang kemarin menghadangnya di gang. Ia berdiri di tengah ruangan, memimpin percakapan dengan gestur yang penuh percaya diri.
"Raja Jalanan itu cuma mitos," suara pria itu terdengar jelas. "Nathan mungkin kuat, tapi dia tetap manusia. Kita punya cara buat menekannya. Informasi yang kita kumpulkan cukup untuk bikin dia runtuh."
Nathan mengepalkan tinjunya, menahan dorongan untuk menyerbu masuk. Ia tahu ia harus berpikir dingin.
"Jadi, kita mulai dengan sekolahnya," pria itu melanjutkan. "Sebarkan rumor. Bikin orang-orang di sana curiga. Setelah itu, kita targetin teman-temannya. Sarah, misalnya."
Nama itu membuat jantung Nathan berdegup kencang. Sarah adalah kelemahannya, dan mereka tahu itu.
***
Nathan mundur perlahan, mencoba mencerna informasi itu. Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Ia berbalik cepat, tetapi sudah terlambat. Dua pria bersenjata tongkat kayu menghadangnya.
"Hei, lihat siapa yang kita temukan," salah satu dari mereka berkata dengan seringai. "Raja Jalanan sendiri, bersembunyi seperti tikus."
Nathan tidak menjawab. Ia hanya menatap mereka, mempersiapkan diri untuk perlawanan.
Pria pertama menyerang lebih dulu, mengayunkan tongkatnya ke arah kepala Nathan. Nathan menghindar dengan cekatan, lalu membalas dengan tendangan ke perut pria itu, membuatnya terhuyung ke belakang. Tapi pria kedua segera maju, mencoba memukul lutut Nathan. Nathan melompat mundur, nyaris kehilangan keseimbangan.
Ia tahu ia tidak bisa bertarung terlalu lama di sini. Jika suara perkelahian ini sampai ke dalam gudang, dia akan dikepung.
Nathan meraih tongkat pria pertama yang terjatuh, lalu memutarnya dengan lincah untuk memukul lawan berikutnya. Ia bergerak cepat dan agresif, memastikan kedua pria itu tidak sempat memanggil bantuan.
Ketika keduanya jatuh ke tanah, Nathan tahu ia tidak punya banyak waktu. Ia harus bergerak sebelum keadaan semakin buruk.
***