Suasana di markas Nathan malam itu seperti ketegangan sebelum badai besar. Di ruang pertemuan, anggota geng berkumpul, masing-masing sibuk dengan tugas yang Nathan bagi. Roni memimpin beberapa anggota untuk memastikan jebakan siap di lokasi strategis, sementara yang lain memeriksa persenjataan. Di sudut ruangan, Sarah berdiri bersama Nathan, tangannya memegang peta kecil yang ia bawa sebelumnya.
"Lo yakin ini akan berhasil?" tanya Sarah, suaranya pelan namun tegas.
Nathan mengangguk, meski ada keraguan yang ia simpan rapat-rapat. “Kalau kita mainin kartu kita dengan benar, mereka nggak akan punya kesempatan. Tapi ini bukan soal yakin, Sarah. Ini soal nggak ada pilihan lain.”
Sarah menatap Nathan dengan sorot tajam. “Dan lo harus yakin gue bisa pegang peran gue. Jangan ragu di tengah jalan, Nat. Itu bakal bikin gue dan yang lain dalam bahaya.”
Nathan tersenyum kecil, untuk pertama kalinya malam itu. “Gue percaya sama lo, Sarah. Tapi hati-hati. Ini bukan permainan.”
Sarah tersenyum kembali, tetapi ada tekad di wajahnya yang membuat Nathan tahu dia tidak akan mundur. Mereka berbagi pandangan sejenak sebelum Roni muncul, membawa berita yang membuat semua orang tegang.
“Mereka sudah dekat,” kata Roni, nafasnya pendek. “Red Fangs masuk lewat jalur selatan. Gue lihat mereka bawa kendaraan berat.”
Nathan segera beraksi. “Semua sesuai rencana. Pastikan tim di pos satu siap. Kita tahan mereka di sana dulu.”
***
Jalur selatan kota adalah labirin jalanan sempit yang dikelilingi bangunan tua. Tepat seperti yang Nathan prediksi, Red Fangs mendekati wilayah itu dengan percaya diri, mengandalkan jumlah mereka yang besar. Beberapa kendaraan berat mereka melaju dengan kecepatan tinggi, mesin menderu seperti hewan buas.
Namun, di balik bayangan, tim Nathan sudah bersiap. Dengan aba-aba dari Roni, jebakan pertama dilepas. Serangkaian barikade baja menjebak salah satu truk mereka di tengah jalan. Sebelum mereka sempat bereaksi, ledakan kecil dari bom asap memenuhi area, memisahkan pasukan mereka.
“Serang sekarang!” Nathan berteriak melalui radio genggamnya.
Tim Nathan muncul dari berbagai sisi, menyerang dengan presisi. Mereka tidak berusaha menghancurkan Red Fangs secara langsung—itu terlalu berisiko. Sebaliknya, mereka memanfaatkan kebingungan untuk memecah formasi musuh. Dalam waktu singkat, jalur selatan berubah menjadi zona perang.
Di tengah kekacauan itu, Sarah membuktikan dirinya. Dia mengambil posisi sebagai pengintai, memastikan semua anggota geng Nathan mengikuti rencana. Meski awalnya beberapa anggota meragukan kemampuannya, aksi cepat dan kecerdasannya membuat mereka tak punya pilihan selain mengakui perannya.
“Sarah, ada yang mendekat dari arah timur,” suara Roni terdengar dari radio.
Sarah segera bereaksi. “Tim tiga, pindah ke posisi barat laut. Gue handle yang di timur.”