*Kesepian Di Balik Pintu Kamar*
Di atas ranjang kasur ini, sunyi senantiasa bersembunyi, sebelum menggugah kesedihan yang tersembunyi, dinding-dinding kamar menatap bisu seraya menyaksikan rintih tangisku malam ini. Ia menjadi saksi bisu atas ketidakmampuanku meredakan pedih yang kian waktu semakin menggerogoti.
Lampu kamar yang bersinar redup, mengundang bayang-bayang kenangan yang merambat pelan. Aku merasakan pedih di setiap malam yang meruncing dan terus berulang seakan enggan berhenti. Suara hati berbisik, "Mengapa harus begini?" Tapi tak jua kutemukan jawab, yang ada hanya pedih yang terus saja menyiksa batin.
Foto lama yang terpajang di dinding kamar, tersenyum bahagia. Sayang, kini hanya tinggal cerita lawas yang tak lagi nyata. Dua sosok yang dulu saling mencinta, kini memilih berpisah, dan meninggalkan luka yang mendalam.
Di dalam kesendirian aku mencoba menangis, tapi air mata ternyata sudah habis terkuras. Mencoba berteriak menumpahkan segala pedih, tapi sayangnya suara tak keluar, yang ada hanya suara hati yang berteriak parau hingga jengah.
Kesedihan ini adalah kegelapan yang tak bertepi yang menghimpit dada dan membuat napas terasa sangat berat. Di kamarku ini, aku belajar tentang kehilangan, tentang betapa rapuhnya hati yang terluka. Dan di sinilah aku sekarang, tumbuh sendiri di dalam kesendirian yang pekat, diantara dua bayang berbeda.