Hari sudah malam dan hujan masih mengguyur di luar, tapi aku tetap menyalakan AC dan menyetel suhunya di 24°C. Itu suhu yang ideal buatku. Sejuk. Meskipun aku tak boleh lupa mengoleskan losion pelembab kulit sebagai konsekuensinya. Tapi beberapa tahun belakangan ini aku sudah terbiasa hidup di dalam ruangan berpenyejuk udara, jadi ini seperti sebuah keniscayaan. Tanpa AC, kenyamanan hidupku seperti berkurang.
Aku baru saja menata buku-buku koleksiku di ruang perpustakaan pribadi yang baru di apartemenku sendiri, yang kubeli beberapa waktu waktu lalu dari hasil jerih payahku sendiri selama bertahun-tahun menjadi guru pembimbing di sebuah sekolah swasta. Memiliki sebuah perpustakaan pribadi adalah impianku sejak dulu, sejak aku berada di kamar Wuri, sejak aku terpukau dengan koleksi komik Sinta di kala aku masih remaja. Beberapa komik milik Sinta yang telah diberikan kepadaku sengaja kutaruh di rak bagian tengah, sebagai pengingat bahwa dulu komik-komik itu seperti harta karun bagiku. Aku mengagumi lemari bukuku yang berwarna putih dan tingginya mencapai plafon dan terbentang ke seluruh dinding ruangan berukuran 3x4 meter, dilengkapi tangga yang bisa digeser ke sana-kemari. Di bagian tengah ruangan terdapat sofa bundar berwarna biru tua dengan sandaran di bagian tengah. Aku duduk di sofa dan menyandarkan punggungku, sambil menikmati pemandangan deretan buku-buku di depanku.
Aku nyaris tertidur ketika ponselku bergetar. Video call dari Nirma. Selama bertahun-tahun ini kami terus berhubungan, meskipun akhirnya terpisah jarak karena Nirma menikah dengan pria Inggris dan tinggal di sana beberapa tahun lalu. Aku bertanya-tanya kenapa dia meneleponku secepat ini, karena 2 hari lalu kami baru saja panggilan video. Biasanya kami akan berkontak lagi sekitar 2-3 minggu lagi jika tidak ada yang penting.
“Hai, Bay!” Wajah Nirma muncul di layar ponselku.
“Ya, Nir?”
“Lagi ngapain?”
“Habis beresin buku,” aku memamerkan lemari bukuku melalui kamera ponsel.
“Waah… keren lho! Aku juga mau, ah, bikin lemari kayak gitu.”
“Hm…”
“Kamu masih di apartemen, ya?” tanya Nirma.
“Masih.”