POV: Tama
Langit tampak seperti digores tinta malam yang marah. Hujan turun deras, membasahi trotoar dan menyapu sisa-sisa hari yang lelah. Tama berdiri di bawah lampu jalan, jas hujan tipis menempel di tubuhnya. Matanya terpaku ke arah bangunan tua di seberang jalan—sebuah gedung kosong yang dulu adalah perpustakaan anak-anak.
Dia ada di sana.
Panca Ayuningtyas.
Seseorang mengiriminya pesan singkat tadi pagi:
“Jika kau ingin tahu kebenaran, temui aku di tempat kenangan dibuang.”
Tanda tangan: P.A.
1. Tempat yang Tidak Sepi
Langkah kaki Tama menggema saat ia masuk ke dalam gedung tua. Bau jamur dan kayu lapuk menyambutnya. Cahaya dari senter di tangannya menelusuri dinding-dinding usang, buku-buku robek berserakan di lantai seperti sisa-sisa ingatan yang terlupakan.
Panca berdiri di tengah ruangan, membelakangi Tama. Tubuhnya kaku. Tangannya menjuntai di sisi tubuh, seolah-olah... siap menunggu perintah.
“Panca,” panggil Tama perlahan.
Gadis itu tidak bergerak. Tapi saat ia berbicara, suaranya terdengar seperti berasal dari dua orang.
“Kenapa kamu selalu mencariku, Pak Tama? Bukankah kau sudah mengubur ini semua?”
2. Konfrontasi
Tama melangkah mendekat, hati-hati seperti mendekati hewan liar yang terluka.