POV: Panca
Hujan malam sebelumnya menyisakan kabut yang menggantung di pagi hari. Jendela apartemen kecil Panca dipenuhi embun, dan dunia luar tampak seperti mimpi buram. Tapi yang ada di dalam jauh lebih buram—dan mengerikan.
Panca duduk di lantai ruang kerjanya. Tubuhnya gemetar, tangan memegang flashdisk hitam kecil yang ia temukan di balik lukisan tua yang terjatuh saat ia mengamuk malam sebelumnya. Di balik frame itu, ada amplop usang. Di dalamnya:
Flashdisk
Secarik kertas bertuliskan satu kalimat:
“Kau sudah tahu namamu bukan milikmu.”
1. Rekaman Rahasia
Ia memasukkan flashdisk ke laptop. Foldernya hanya berisi satu file audio. Judulnya:
“Sesi IV – Ayuningtyas”
Jantung Panca berdetak kencang. Ia tak tahu apa yang akan ia dengar. Tapi tubuhnya tahu. Jari-jarinya bergetar saat menekan tombol play.
Suara lelaki, dingin dan tenang, memenuhi ruangan.
"Tarik napas perlahan. Sekarang, bayangkan dirimu kembali ke ruangan putih itu. Di sana tidak ada rasa sakit. Hanya ketenangan. Sekarang... siapa namamu?"
Pausa. Suara perempuan, mirip dirinya.
“... Ayuningtyas.”
“Bagus. Sekarang biarkan dirimu yang lama pergi. Kau adalah penerus. Kau adalah awal yang baru.”