Bayangan Jogoalam

Rachma Aulia Utami
Chapter #1

PROLOG

"Bangun ... kamu itu harus disiplin!"

"Tidak perlu, lanjutkan saja tidurmu ... tidak ada yang peduli denganmu."

"Jangan ganggu dia, biarkan dia memilih pilihannya sendiri. Berhentilah berdebat!"

"DIAM! banyak bicara kalian."

"HAHAHAHAHAHAHA."

Suara-suara aneh itu terus berputar di kepala seorang pemuda berusia 19 tahun. Dia Dewandaru, lelaki dengan ciri khas sebuah gelang hitam di pergelangan tangan kirinya. Ia baru saja terbangun dari tidur lelapnya, lelaki itu selalu bingung ketika bangun dari tidurnya. Ia merasa bahwa ada segerombolan orang yang terus berbicara sangat keras. Hal itu membuat kepalanya pusing bukan main.

Dewandaru Jagoalam itulah nama lengkapnya. Hidup hanya berdua dengan kakaknya tidak membuat Daru sedih, Daru paham bahwa kedua orang tuanya selalu bekerja hanya untuk dirinya dan saudaranya. Dia tidak ingin menyusahkan saudaranya, tapi sepertinya sang kakak sudah tahu betul tabiatnya, bahkan kejanggalan dalam dirinya pun dapat diketahui oleh sang kakak. Suara-suara dalam kepala Daru terus bersahutan membuat sang empu berteriak kesal di pagi hari. Ia bahkan bisa melihat segerombolan orang yang mirip dengannya, hanya saja tampilannya berbeda.

Dengan sangat kesal dan risi, Daru memaksakan untuk pergi mandi. Walaupun suara-suara aneh itu terus mengganggunya. Dirinya mencoba untuk tidak peduli, tetapi suara tersebut justru semakin keras, bahkan lebih keras dari bangun tidur tadi. Lelah sudah pasti, tetapi dirinya masih sanggup menahannya. Pikirnya suara itu pasti akan hilang, entah kapan itu, Daru masih bisa menanggulanginya.

"Jangan hiraukan mereka ...."

"Ini hanya hayalan, hiduplah seperti manusia normal."

"Persetan! Mereka tidak akan peduli denganmu. Kembalilah tidur!"

"Kau tidak punya teman hahahah."

Daru menggerang keras, lalu berteriak, "DIAM!" Nayaka–Kakak Daru, yang menyadari teriakan adiknya, langsung menghampirinya. Sang kakak melihat Daru meremas rambutnya frustasi. Sedangkan sang empu masih beradu dengan suara ilusi dalam kepalanya yang tidak mau berhenti, mereka justru tertawa terbahak-bahak, menyaksikan frustasinya Daru. Tidak pernah terlintas di benak Daru sebelumnya bahwa ia memang frustasi setiap pagi. Suara yang entah dari mana asalnya terus mengganggu. Jeritan, tangisan, tawa, bahkan cacian selalu hadir di pagi suramnya. Mencoba tenang namun nihil, rasanya seperti terdapat konser tersendiri pada kepalanya.

"Daru!" teriak Nayaka, hingga Daru tersentak dan sekejap kemudian semua suara dalam kepala lelaki itu hilang dengan misterius. Nayaka menatap adiknya sedih, ia tidak tahu apa yang terjadi pada adiknya. Ia kasihan melihat adiknya yang seperti tersiksa oleh jiwanya sendiri. Terkadang Nayaka juga memergoki Daru berbicara di depan cermin kamarnya sendiri, karena tidak ingin memperkeruh suasana, Nayaka hanya bisa memberitahu hal-hal yang positif saja.

Lihat selengkapnya