Bayangan Kuntilanak

Risti Windri Pabendan
Chapter #1

Chapter 1 Kosan Baru

Alya menarik koper besar yang penuh dengan pakaian dan perlengkapan kuliah menuju pintu gerbang kosan Dewi Lestari. Langkahnya berat, tidak hanya karena koper yang cukup besar, tetapi juga karena ketidakpastian yang mengikutinya. Baru saja meninggalkan kota asalnya, dia merasa seperti seorang asing di tempat yang asing. Bandung memang tidak terlalu jauh dari rumahnya, tapi perasaan jauh itu tetap ada.

Kosan ini berada di daerah Cidadap, jauh dari pusat keramaian kota. Jalanan sepi, dihiasi oleh rumah-rumah tua yang tampaknya sudah lama tidak terurus. Ada kebun kosong yang luas, penuh dengan rerumputan yang tak terawat, seolah tidak ada seorang pun yang peduli dengan tempat ini. Di kejauhan, Alya bisa melihat gunung yang tertutup awan tipis, memberikan kesan yang menenangkan, tapi ada juga ketegangan yang tercipta di udara.

Di sepanjang perjalanan menuju kosan, Alya mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Mungkin hanya perasaan pertama kali datang ke tempat baru, tapi dia merasa seperti ada yang mengamati. Sesuatu yang tidak tampak, namun tetap ada. Dia mencoba menepis perasaan itu, tetapi semakin mendekati kosan, perasaan itu semakin kuat.

Pintu gerbang kosan Dewi Lestari tampak tua, dengan cat yang sudah pudar. Sebuah papan nama terpasang dengan tulisan yang hampir tak terbaca lagi, hanya kata "Dewi Lestari" yang masih terlihat jelas. Di sisi kiri pintu, ada kebun yang hampir tidak terawat, pohon-pohon besar yang hampir menutupi seluruh cahaya matahari, memberikan kesan suram dan mencekam. Alya merasa sedikit ragu, namun dia sudah terlanjur membawa koper ke sini. Tidak ada pilihan lain.

"Selamat datang, Neng!" Suara seorang wanita paruh baya tiba-tiba memecah kesunyian. Alya menoleh, dan di sana, di depan pintu rumah kosan, berdiri seorang wanita yang mengenakan baju sederhana dan mengenakan apron. Wanita itu tersenyum ramah, meskipun senyumnya terlihat sedikit paksaan.

“Ibu Yanti?” tanya Alya, ragu. Wanita itu mengangguk.

"Ya, saya Ibu Yanti, pengelola kosan ini. Silakan masuk, Neng. Kamar sudah siap," jawab ibu Yanti dengan suara yang lembut.

Alya mengangguk, sedikit ragu namun merasa lega karena akhirnya ada orang yang menyambut. Ibu Yanti mengajak Alya masuk melalui pintu kecil di samping rumah. Begitu masuk ke dalam, udara di dalam kosan terasa berbeda. Hawa lembap, bau tanah yang khas, seakan menggambarkan bahwa tempat ini sudah lama tidak dirawat dengan baik. Setiap langkah Alya di lantai kayu berderit, menciptakan suara yang mengganggu keheningan. Lorong panjang yang menghubungkan setiap kamar tampak gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu yang tergantung di langit-langit.

"Ini kosan yang biasa kami sewakan kepada mahasiswa. Biasanya mereka cukup betah di sini," ujar Ibu Yanti, mencoba memberikan penjelasan. Namun, Alya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan suasana ini. Kosan ini terlalu sunyi, tidak ada suara riuh seperti kosan mahasiswa lainnya yang biasa dia dengar.

"Ada penghuni lain, Bu?" tanya Alya, berusaha memecahkan kebisuan yang menyelubungi kosan ini.

“Oh, ada. Tapi kebanyakan mereka jarang keluar. Hanya di kamar saja,” jawab Ibu Yanti. Suaranya terkesan singkat, seolah tidak ingin melanjutkan percakapan.

Alya merasa ada yang janggal. Bagaimana bisa kosan ini begitu sepi? Tidak ada kegiatan di sekitar, bahkan suara langkah kaki pun hampir tidak terdengar. Hanya suara deritan lantai kayu yang seolah membisikkan sesuatu, menciptakan kesan aneh di benaknya.

Setelah berbincang sebentar, Ibu Yanti mengantarkan Alya ke kamar yang akan ditempati. Kamar itu tidak besar, tetapi cukup untuk seorang mahasiswa seperti Alya. Ada sebuah tempat tidur yang cukup besar, meja belajar yang sederhana, dan lemari pakaian di sudut ruangan. Jendela kamar menghadap langsung ke halaman kosan yang tampaknya sudah lama tidak dipangkas. Dari jendela itu, Alya bisa melihat kebun kosong yang gelap, dengan tanaman liar yang menjalar ke sana kemari.

“Ini kamar Neng. Semoga nyaman,” kata Ibu Yanti sambil membuka pintu lemari untuk menunjukkan bahwa kamar ini memang benar-benar kosong dan siap untuk ditempati.

Alya hanya mengangguk, mencoba tersenyum, meskipun hatinya sedikit cemas. Saat Ibu Yanti keluar dari kamar, Alya memutuskan untuk segera menata barang-barangnya. Namun, begitu dia membuka koper dan menyusun barang-barang, dia tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang masih mengganggunya. Suasana kosan ini terasa terlalu sunyi, bahkan ada kesan tertutup, seolah-olah orang-orang yang tinggal di sini memilih untuk hidup dalam keheningan.

Setelah beberapa lama, Alya duduk di pinggir tempat tidur, memandang sekeliling kamar. Dia merasa ada sesuatu yang ganjil, seolah ada yang mengawasi dari dalam dinding. Suara angin yang berhembus melalui jendela yang sedikit terbuka terdengar seperti desahan halus. Di luar, udara semakin gelap, pertanda malam semakin mendekat. Namun, meskipun rasa lelah mulai mendorongnya untuk tidur, perasaan cemas tetap menyelimuti dirinya.

Alya memutuskan untuk keluar dari kamar sejenak, berharap udara malam bisa menghilangkan sedikit ketegangannya. Begitu melangkah keluar kamar, udara dingin malam langsung menyambutnya. Langkah-langkahnya terdengar bergaung di lorong yang kosong, memberi kesan sepi dan suram. Saat dia berbalik, ia melihat sosok perempuan muda berdiri di ujung lorong, tetapi hanya bayangan samar yang terlihat. Begitu Alya hendak mendekat, bayangan itu langsung menghilang.

"Apa itu?" gumamnya, tubuhnya kaku. Alya menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir ketakutannya. Namun, perasaan itu tetap mengganggunya.

Setelah beberapa saat berkeliling di sekitar kosan, dia kembali ke kamar. Ketika duduk di tepi tempat tidur, dia kembali teringat pada rumahnya, pada ibunya, pada kehidupannya yang dulu jauh dari semua ini. Apakah dia sudah membuat keputusan yang benar dengan pindah ke kosan ini?

Namun, tak lama setelah ia berbaring, perasaan cemas itu kembali muncul, seolah mengintai dari balik kegelapan kamar. Alya memejamkan mata, berharap esok hari akan memberi jawaban atas segala ketegangan ini.

Malam pertama di kosan baru tidak berjalan sesuai harapan Alya. Seharusnya, malam itu adalah malam yang tenang, malam pertama di tempat baru yang jauh dari rumah orang tua. Tapi kenyataannya, suasana di kosan Dewi Lestari malah terasa semakin asing dan mencekam. Bahkan udara yang seharusnya segar terasa berat dan dingin. Alya tidak bisa tidur. Matanya terbuka lebar, menatap gelapnya langit-langit kamar.

Lihat selengkapnya