Malam itu, sepertinya tidak ada yang istimewa. Suasana kosan yang sunyi tetap sama, hanya suara desiran angin yang bisa terdengar dari luar jendela. Tetapi bagi Alya, malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Matanya terjaga, dan meskipun dia berusaha untuk tidur, pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Kamar yang sebelumnya terasa cukup nyaman kini terasa asing, seperti ada sesuatu yang mengawasinya. Angin yang masuk melalui celah jendela hanya semakin memperburuk suasana. Semakin lama, angin itu terasa semakin dingin, seolah ada tangan tak kasat mata yang merayap masuk melalui celah itu.
Alya memalingkan wajahnya ke arah jendela. Gelap. Hanya ada bayangan samar di luar, yang dipantulkan cahaya rembulan. Seperti ada sesuatu yang bergerak di balik kebun kosong itu, tetapi saat dia menatap lebih tajam, tidak ada apa-apa. “Ini hanya imajinasiku,” pikirnya, mencoba meyakinkan diri. Namun, rasa tidak nyaman itu semakin kuat. Ada ketegangan yang tak bisa dijelaskan di udara sekitar kosan ini. Sesuatu yang gelap, yang menunggu untuk mengungkap dirinya.
Alya menarik selimut, membungkus dirinya dengan rapat. “Tidur, Alya. Ini hanya malam pertama. Besok semuanya akan normal,” bisiknya pelan. Namun, rasa gelisah itu tidak hilang. Tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk menenangkan diri, pikirannya selalu kembali ke kejadian-kejadian aneh yang dia alami sejak pertama kali memasuki kosan ini. Suara langkah kaki di lorong, bisikan yang terdengar seperti suara wanita, dan sekarang, perasaan ada yang mengawasinya. Semuanya terasa lebih nyata, lebih mencekam.
Tiba-tiba, suara langkah kaki itu terdengar lagi. Langkah berat yang berderak pelan di luar kamarnya. Alya terlonjak dari tempat tidur, terbangun dengan cepat, tubuhnya terbalut keringat dingin. "Siapa itu?" pikirnya, tetapi tidak ada jawaban. Langkah kaki itu semakin dekat. Seperti ada seseorang yang berjalan menuju kamarnya. Alya menahan napas, mendengarkan dengan cemas. Suara itu begitu jelas, begitu nyata, seolah melangkah lebih dekat ke pintu kamarnya. Setiap langkah terasa lebih berat, seolah ada sesuatu yang menunggu di luar.
Alya meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Dengan tangan gemetar, dia mencoba untuk membuka layar dan mengecek waktu. Pukul dua pagi. Suasana di sekitar terasa sangat sunyi, namun langkah kaki itu jelas terdengar di telinga Alya. Perasaan tidak nyaman semakin mencekam. "Jangan panik," pikirnya, berusaha menenangkan diri. “Ini mungkin hanya penghuni lain.”
Namun, langkah kaki itu tidak berhenti. Kali ini, Alya bisa merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Suara langkah itu terus mendekat, semakin dekat ke pintu kamar. "Tidak mungkin ada orang di luar jam segini," pikir Alya, tubuhnya mulai gemetar. Setiap detik terasa semakin berat, dan dia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar suara langkah kaki itu. Sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang mengancamnya.
Perasaan cemas itu semakin besar ketika suara langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya. Alya bisa merasakan keheningan yang menyelimuti lorong di luar. Tidak ada suara lagi, tidak ada langkah yang terdengar. Keheningan yang begitu tebal dan menekan. "Ada siapa di luar?" tanya Alya pada dirinya sendiri, tetapi suara itu terasa kosong, seperti suara yang hanya bergema dalam kesunyian malam.
Dengan perlahan, Alya bangkit dari tempat tidur, tubuhnya masih gemetar. Dengan hati-hati, dia melangkah ke pintu, mencoba mendengar dengan lebih teliti. Langkah kaki itu tidak terdengar lagi, hanya ada keheningan yang mencekam. Alya meraih gagang pintu dan membuka sedikit pintu kamar. Lorong di luar tampak gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu di ujung lorong. Tidak ada siapa pun di sana. Namun, di balik cahaya yang redup, Alya bisa merasakan kehadiran yang tidak terlihat, sesuatu yang mengintainya dari kegelapan.
Dia memutuskan untuk keluar, meskipun ketakutan mulai menguasai dirinya. Langkahnya terasa berat, tetapi dia melangkah ke lorong yang gelap dengan hati-hati. Suara angin yang berdesir di jendela menjadi satu-satunya suara yang terdengar, seolah-olah dunia di sekitar kosan ini sedang terbungkus dalam keheningan yang sangat mencekam. Setiap langkah Alya berderak di lantai kayu yang sudah lama, menambah rasa cemas di dalam hatinya. Lorong ini semakin terasa panjang, semakin terasa gelap, dan dia merasa ada yang mengawasinya dari ujung sana.
Ketika Alya sampai di ujung lorong, dia berhenti dan menatap sekeliling. Tidak ada siapa pun. Semua pintu kamar tertutup rapat, tidak ada suara yang terdengar. Lorong itu kosong, hanya ada bayangan gelap yang terpantul dari cahaya redup. Alya merasa sedikit lega, berpikir bahwa mungkin dia hanya terpengaruh oleh rasa lelah dan kecemasannya sendiri. Namun, saat dia hendak berbalik untuk kembali ke kamar, sesuatu yang aneh terjadi.
Di ujung lorong, dekat pintu keluar, Alya melihat sesuatu yang bergerak. Bayangan itu sangat samar, tetapi ada sesuatu yang tidak beres. Sosok itu bergerak perlahan, mengarah ke arah Alya. Sebuah perasaan dingin menyelimuti dirinya, dan tanpa sadar, tubuhnya mulai gemetar. Bayangan itu semakin jelas, dan Alya bisa melihat seorang wanita berdiri di sana. Dengan rambut panjang yang terurai, mengenakan gaun putih yang tampak kotor dan usang. Wajah wanita itu tidak terlihat jelas, tetapi Alya bisa merasakan matanya yang kosong menatapnya.
Alya berdiri terdiam, tubuhnya kaku. “Apa ini?” pikirnya dengan panik. Sosok itu tetap berdiri di sana, tidak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang menakutkan. Setiap detik terasa sangat lambat, dan Alya merasa seperti terperangkap dalam waktu yang tidak bergerak. Ada sesuatu yang sangat nyata dalam tatapan sosok itu, sesuatu yang lebih mengerikan daripada yang bisa dia bayangkan.
“Siapa kamu?” Alya berteriak, meskipun suaranya hampir tak terdengar. Sosok itu tidak menjawab, hanya berdiri diam, semakin dekat ke arah Alya. Dengan cepat, Alya berbalik dan berlari kembali ke kamar, tubuhnya terengah-engah. Dia mengunci pintu dengan cepat, menempelkan punggungnya ke pintu, mencoba menenangkan diri.
Namun, meskipun dia kembali ke kamar, perasaan takut itu tetap menguasainya. Dia tahu ada sesuatu yang lebih besar, lebih gelap di kosan ini. Sesuatu yang lebih menakutkan daripada yang bisa dia pikirkan. Kejadian-kejadian aneh ini bukan hanya kebetulan. Dan dia semakin yakin bahwa sosok itu, yang dia lihat di lorong, bukanlah halusinasi. Itu nyata.
Alya duduk di tempat tidur dengan tubuh yang gemetar. Semua yang terjadi terasa seperti mimpi buruk yang tak ada habisnya. “Apa yang harus aku lakukan?” pikirnya, tetapi tidak ada jawaban yang bisa dia temukan. Hanya ada ketakutan yang semakin mendalam, menunggu untuk mengungkapkan rahasianya.
Alya terdiam di tempat tidur, tubuhnya terbalut keringat dingin. Suasana kamar terasa semakin berat. Pikirannya berputar, mencerna kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Sosok wanita yang berdiri di ujung lorong, dengan rambut panjang yang terurai dan gaun putih kotor—itu bukan ilusi. Itu nyata. Kejadian-kejadian itu semakin nyata, semakin mencekam. "Apa yang sebenarnya terjadi di kosan ini?" pikir Alya. "Kenapa aku merasa terperangkap dalam sesuatu yang lebih besar dari diriku?"