🍁🍁🍁
Dua tahun berlalu...
Arga berdiri di ruang tamu, dengan setelan rapi dan wajah tenang. Dia melirik jam tangannya, memastikan semuanya sudah sesuai jadwal, sebelum langkahnya mengarah ke pintu kamar.
"Sayang, sudah selesai?" panggilnya lembut, tatapannya tertuju pada sosok wanita yang sedang membenahi pakaian seorang gadis kecil.
Wanita itu tersenyum, kehangatan yang terpancar dari sorot matanya tak bisa menyembunyikan sedikit lelah yang ia rasakan. "Sudah, sayang. sudah siap," jawabnya seraya mengangkat putri kecil mereka yang tertawa riang di dalam pelukannya.
"Pa-pa..." seru gadis kecil itu dengan suara ceria, tangan mungilnya terulur ke arah Arga, meminta untuk berpindah ke pelukan ayahnya.
Arga tertawa kecil, tak kuasa menolak permintaan putrinya. Dia mengulurkan tangan dan membiarkan gadis kecil itu berpindah dengan penuh semangat ke dalam dekapannya.
Mereka pun bergegas menuju mobil, masuk dengan semangat baru. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah masing-masing, seolah semua luka masa lalu telah terhapus oleh waktu.
Setelah bertahun-tahun tinggal di kota kelahirannya, Arga kini memutuskan membawa istri dan anaknya pindah ke ibu kota. Kota besar ini akan menjadi tempat mereka memulai lembaran baru, jauh dari bayang-bayang kenangan kelam, dengan harapan yang lebih cerah.
Di sampingnya, sang istri, Aira, tersenyum lembut. Ia mengusap pipi kecil putrinya yang tengah duduk di pangkuannya, "Zoya, sayang, jangan nakal ya. Jangan rewel, apalagi nangis, tidak boleh ya.." bisiknya penuh kasih, lalu mengecup pipinya.
Si kecil Zoya, yang baru berusia dua tahun, hanya memandang ibunya dengan tatapan polos, lalu tersenyum lebar, meski mungkin belum sepenuhnya mengerti kata-kata ibunya.
Arga tersenyum tipis melihat kebahagiaan di wajah kedua perempuan kesayangannya. "Tidak akan menangis mama.." saut Arga, senyum hangat terukir di bibirnya.
”Nanti main sama uncle-uncle di tempat baru, ya? Jangan bikin Mama repot, okey.." katanya sambil mengusap lembut rambut putrinya, memberikan rasa nyaman yang tak terucapkan.
***
Mereka tiba di sebuah rumah besar bergaya klasik yang terletak di kawasan elit ibu kota. Rumah milik kerabat Arga itu sering menjadi tempat berkumpul sahabat-sahabat lamanya. Arga memarkir mobilnya di depan gerbang, lalu berbalik untuk melihat Aira yang duduk di sebelahnya, dengan Zoya di pangkuannya.
“Sudah siap bertemu dengan mereka?” tanya Arga, sambil mengusap lembut pipi putrinya.