Bayangan Matahari

Steffi Adelin
Chapter #1

Prolog

Gadis keriting itu sebenarnya tahu bahwa tubuhnya sedang dibopong layaknya karung beras yang dipanggul kuli pasar. Namun, tubuh kecilnya tak sanggup mengguncang si pemanggul untuk sekedar memberi tahu bahwa dia ingin turun. Tangan ringkihnya letoy meski hanya menggapai angin demi memberi kabar bahwa dirinya tidak mau dibawa ke manapun. Apa karena telah nakal pada mamanya, sehingga dia dihukum Tuhan seperti ini? Atau, karena telah mendoakan papanya mati, sebab telah memukul mamanya? Dia menyesal. Sungguh.

Jika nanti matanya terbuka lebar, pikirannya sejernih air akuarium rumahnya, dan tubuhnya sekuat Sailormoon, dia akan meminta maaf pada kedua orang tuanya. Dia akan menuruti mamanya bila disuruh makan sayur. Dia akan menuruti perintah papanya agar tidak tidur larut malam. Dan dia berjanji akan membereskan semua mainan yang berserakan di ruang tengah. 

Seseorang meletakkanya di kasur. Dia tahu karena tubuhnya mendarat di atas permukaan yang empuk dan punggungnya terasa nyaman. Namun, hidungnya dipenuhi bau apek dan pengap. Seperti sedang berada di gudang rumah milik ibuknya Rindang, sahabatnya.

Oh, tidak! Seseorang menarik-narik bajunya. Dia tidak mau gaun pink berenda dan berpitanya dilepas tanpa seizinnya. Dia sangat ingat pesan mamanya kala masih TK. "Ingat, sayangnya Mama, tuker baju nggak boleh di tempat terbuka. Tubuhmu nggak boleh disentuh oleh sembarang orang. Mengerti, ya, sayangnya Mama?"

Demi boneka beruang kutub kesayangannya yang sudah kumal, gadis itu takut dimarahi mamanya karena seseorang melepas pakaiannya satu demi satu.

"Ugh." Gadis kecil itu bergumam tidak nyaman saat sesuatu menyakitinya di bawah sana.

"Sebentar, ya, Dek," bisik seseorang itu. Ia mengenal suara lelaki itu. 

Abang? Dia berteriak lantang dalam kepala. Kesal sekali gadis itu karena lidahnya sekaku kukis mamanya yang gagal. 

Kelopak matanya yang tadinya menolak membuka kini mulai merenggang sedikit, amat sedikit. Bagaimanapun, dia bersyukur cahaya mulai menerangi dunianya yang sejak tadi kelam.

Abang aneh. Kenapa Abang di atas Adek?

"Mamaaa!"

Lihat selengkapnya