[Pesan WhatsApp]
Mama lagi di Kabupaten Keerom.
Acara penyerahan bantuan ke panti asuhan.
Butuh apa pun ambil aja di Amarta Mart dekat rumah.
Kabupaten Keerom? Di mana lagi itu? Aku sampai harus menggunakan mesin pencari internet untuk menemukan di mana lokasi Mama. Dan hasilnya adalah Mama sedang berada di Provinsi Papua! Yang benar saja. Papua? Daerah paling timur Indonesia? Mama benar-benar luar biasa.
Dan seperti biasa. Hanya pesan pemberitahuan tanpa perlu balasan. Mama tidak pernah bertanya kabar dan aku tidak berniat membuka obrolan. Begitu komunikasi yang kami bangun sejak beberapa tahun terakhir hingga beberapa menit yang lalu. Melelahkan hidup seperti ini.
Amarta Mart telah Mama delegasikan untuk mengganti sosok 'Mama' di rumah sejak lama. Makanya Mama menyuruhku ke Amarta Mart untuk membeli segala keperluan harian.
Aku mulai berpikir, belanja ke Amarta adalah bentuk 'perhatian' Mama padaku. Hanya aku yang menganggapnya demikian. Karena, sepertinya Mama masih mau menjaga hubungan kami yang sudah serenggang karet celana melar. Aku memang diberi akses tak terbatas berbelanja di sana tanpa mengeluarkan rupiah sepersen pun, tapi aku cukup tahu diri untuk tidak bergantung pada Mama sejak zaman kuliah hingga aku bisa menghasilkan uang untuk diri sendiri.
Entahlah. Apakah keputusanku sudah benar atau malah durhaka, tapi aku tidak mau lebih jauh lagi terhubung dan bergantung pada Mama. Dengan melepas ikatan ibu dan anak secara perlahan, perasaanku jauh lebih lega karena tidak perlu menambah luka yang telah berkoreng dan bernanah. Tapi apa iya aku benar-benar ingin berlepas diri dari Mama? Ah, aku tidak mau memikirkannya.
Ada alasan mengapa aku diberi akses khusus tanpa batas berbelanja di Amarta Mart. Amarta adalah perusahaan ritel yang dibangun Mama dengan darah dan pengorbanan yang tidak main-main. Berkat kerja keras Mama selama belasan tahun, Amarta Mart mulai menjamur di berbagai titik di kawasan Jabodetabek. Namun, dengan semakin berkembangnya Amarta Mart, Mama semakin sering melakukan perjalanan ke berbagai pelosok Indonesia dalam rangka kegiatan CSR perusahaan. Mendapati Mama pulang ke rumah menjadi sebuah KLB alias Kejadian Luar Biasa bagiku. Itu pun hanya bertahan satu minggu, karena kemudian Mama kembali memulai petualangannya entah di sudut kota mana di Indonesia.
Mama pernah bercerita, Amarta Mart dibangun dari harta gono gini perceraian Mama dan Papa. At the end of the day, Mama berhasil membangun kerajaan ritelnya dengan tangannya sendiri. Aku turut bangga dengan kerja keras Mama. Mama membuktikan kepada dunia bahwa beliau mampu hidup tanpa suami dan tanpa bantuan orang lain.
Namun, konsekuensi kesuksesan Mama sungguh tak terperi. Kesepian menjadi penyumbang terbesar yang mewarnai masa kecilku. Secara tidak langsung aku hidup sebatang kara. Setelah Papa pergi dan menikah dengan istri barunya, Mama sibuk menyelamatkan ekonomi keluarga kami. Dan aku juga 'sibuk' dalam kesendirianku. Aku sibuk memikirkan betapa bahagianya teman-temanku hidup dalam keluarga utuh. Aku sibuk membayangkan bagaimana rasanya tinggal dalam keluarga bahagia sebahagia keluarga Rindang. Dan aku sibuk melupakan kilasan memori yang terjadi di rumah tua itu yang melekat seperti bayangan matahari di telapak kakiku.
Sejak kepergian Papa dari hidup kami, Mama pun ikut-ikutan 'pergi' dariku dengan caranya sendiri. Sepi dan mimpi buruk telah menjadi temanku. Apa Mama ... tidak pernah merindukanku? Apa Mama tidak mau membuat memori manis bersamaku setelah semua hal yang terjadi?
Di saat kepala kecilku sibuk memikirkan angan yang tak pernah sampai itu, Ibuk meminta izin pada Mama agar aku dititipkan pada beliau hingga Mama pulang bekerja. Dan sejak saat itu, kesibukan kepalaku jauh berkurang. Rindang membuatku lupa arti kesepian. Bang Teduh membuatku merasakan mempunyai kakak laki-laki yang melindungi meski aku tidak bisa berinteraksi meski sedekat satu hasta dengannya. Dan posisi Mama dan Papa segera tergantikan dengan kehadiran Ibuk dan Bapak.