Bayangan Matahari

Steffi Adelin
Chapter #11

Sogokan

Hari ke-7 Mama di rumah dan hari ke-21 aku sebagai pengangguran berkualitas.

Nasi goreng spesial pakai telur gagal sudah, tapi aku masih bisa melanjutkan proyek membuat sebuah batu mencekung dengan menyediakan makanan yang dibutuhkan Mama. Pertama-tama, aku harus tahu lebih banyak mengenai vertigo.

Mari kita tanya-tanya Google tentang penyakit Mama. Vertigo, vertigo, vitiligo. Vitiligo? Lho, mengapa sampai ke vitiligo, sih? Ck. Vitiligo bukan penyakit Mama, tapi penyakit pria creepy yang sok ramah dan sok dekat malam itu. Bisa-bisanya pria seperti dia menebar feromon pada perempuan seperti aku. Aku kan si montok Bella yang seksi, bukan perempuan yang ke-bohay-annya setara dengan model. Lagi pula, kalau memang benar dia sedang mencoba menyemprotkan feromonnya padaku, gayanya sudah kuno. Zaman sekarang, tidak ada orang yang akan masuk perangkap, "Kamu ingat padaku?" Yang benar saja? Yang ada, cewek-cewek akan kabur karena takut terkena gendam si playboy cap ikan teri.

Namun, harus aku akui, dia mempunyai fitur wajah yang bisa membuat wanita manapun terjatuh pada perangkap ketampanannya bila tidak ada cat putih di kulitnya. Vitiligonya? Sejujurnya aku tidak mempunyai masalah dengan itu, entah wanita lain. AKAN TETAPI, mengapa aku malah membahas ketampanannya? Sudah cukup tentang si vitiligo tampan. Aku berdoa semoga kami tidak pernah dipertemukan lagi. Pahit, pahit, pahit.

Oke kembali ke topik. Setelah aku membaca beberapa artikel kesehatan, aku mengambil kesimpulan ini. Vertigo adalah kondisi ketika kepala terasa pusing dan merasa lingkungan sekitar seperti berputar. Astaga. Inikah yang sering dirasakan Mama? Kata Dokter Andre, Mama sering pusing. Oh, betapa menderitanya Mama saat itu. Aku pun mencari jenis-jenis makanan dan minuman yang mampu meredakan gejalanya.

Aku segera membuat catatan buah-buahan yang tinggi vitamin C, tinggi kalium, sayuran yang kaya vitamin E, kacang-kacangan yang kayak vitamin A, B, dan E, serta makanan yang tinggi vitamin B12. Hei, ternyata tuna juga bagus untuk Mama karena tinggi vitamin B6. Baiklah. Aku akan ke Pasar Mayestik sekaligus membelikan tuna untuk Puput. Aku berharap usahaku kali ini mulai membuat batunya mencekung.

Rasanya, keluar dari pasar tradisional setelah mencentang semua to buy list di catatan ibarat telah menyelesaikan tantangan dari sebuah gim. Apalagi saat kedua tangan menggenggam tas penuh dengan barang belanjaan, aku merasakan kepuasan yang tidak aku dapatkan dari belanja di mal. Ditambah ekstra bubur ayam dan kue mochi untuk sarapanku dan Mama nanti. Aku harap Mama menyukainya. Ini juga bagian dari proyek membuat batu mencekung. Semoga aku berhasil.

Hm? Pintu pagarku terbuka dengan sebuah SUV hitam terparkir di depan rumah. Mungkin tamunya Mama, sebab ada sepasang sepatu pria juga parkir di depan pintu kami. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?

Ruang tamu kosong. Aku tidak menemukan siapa-siapa di sini. Kakiku terus menyusuri ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Dan apa yang kutemukan?

"Kalian ...?"

Dua ABG tua terkesiap mendengar suaraku dan segera memisahkan diri. Ew! Sepertinya mataku harus menjalani ritual bersih-bersih kornea dengan air garam dan kembang tujuh rupa ke laut Pantai Selatan. Adegan 21+ telah terjadi di dapurku sendiri! Apa yang barusan aku lihat? Demi Tuhan.

"Hai, Bella," sapa Dokter Andre kikuk.

"Hai Dok," balasku datar.

"Din, aku ... tunggu di depan, ya."

Sebelum meninggalkan kami, sempat-sempatnya Dokter Andre meremas kemudian mengelus lengan Mama. Ada yang sedang mabuk cinta. Mama justru sangat kalem. Tangannya sibuk menumpuk mangkuk, piring, dan beberapa sendok.

"Apa Mama mau menjelaskan sesuatu ke Bella?"

Lihat selengkapnya