Bayangan Matahari

Steffi Adelin
Chapter #14

Walk In Interview

Harga diriku semakin dipertaruhkan ketika tenggat waktu cicilan mobil yang semakin dekat, tuna segar untuk Puput, dan tawaran Mama untuk masuk ke salah satu tim manajerial Amarta bermain-main mengejekku. Mengejek betapa penganggurannya aku. Karena hingga detik ini, semua lamaranku masih belum dilirik para HRD.

"Atau, kamu mau masuk melalui program Management Trainee? Start from the bottom, biar enggak dicap nepotisme amat," celetuk Mama sambil lalu. Beliau sedang mengecat kuku tangan yang jarinya panjang dan lentik dengan warna Berry Sexy, begitu nama yang tertera pada botol kuteks. "Padahal, ya, kata sekretaris Mama ada jabatan kosong di bagian logistik, lho."

Sekarang kami mulai keluar dari tahapan canggung dan dengan mudahnya membicarakan masa depanku. Mama mulai berubah menjadi banyak bicara. Aku juga. Dan itu hal yang bagus. Masalahnya Mama mulai menggoyahkan iman dan harga diriku. Management Trainee sebenarnya awal karir yang bagus. Namun, di mana mukaku aku letakkan jika menerima tawaran Mama? Lalu prinsip yang aku bangun selama belasan tahun hidupku untuk tidak bergantung secara finansial pada Mama, bagaimana?

"Kan, Bella udah bilang Bella mau cari sendiri, Ma. Bella mau kerja sesuai dengan passion Bella," cerocosku asal. Asal Mama diam dan menarik tawaran menggiurkannya.

Mama mengangkat kepalanya dari jari terakhir yang siap poles. "Apa passion-mu?"

Tanganku berhenti mengeruk plastik kemasan keripik kentang barbeku bergelombang dan menggumamkan kata passion lamat-lamat. Apa passion-ku? Aku mengambil jurusan Teknik Sipil karena mungkin pengaruh alam bawah sadar dari Papa yang suka bercerita mengenai asyiknya beliau mengerjakan proyek ini, proyek itu, bertemu orang banyak, dan berhitung. Pekerjaan Teknik Sipil memang berhubungan dengan perencanaan, perancangan, dan perhitungan akan banyak hal seperti uang, waktu, material, hingga tenaga kerja. Aku suka mengatur hal-hal semacam itu. Namun, apa benar passion-ku di bidang konstruksi?

Lima tahun bekerja di Prima Jasa Konstruksi setelah resign membuatku mempertanyakan kesukaan terhadap pekerjaan lamaku. Aku menyukai bicara dengan klien, bukan klien spesialku ya, tapi klien konstruksi untuk menemukan solusi permasalahan mereka, mengarahkan klien pada vendor terbaik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang sedang mereka rencanakan, dan lain sebagainya. Namun, perundungan, traumaku, dan ketakutan berinteraksi dengan manusia berjakun bikin aku lebih mendahulukan kebahagiaanku. Mungkin passion-ku memang di dunia teknik sipil, tapi aku juga yang dengan sengaja keluar dari pekerjaan kesayanganku. Oh, tidak. Sepertinya aku sedang melarikan diri dari masalah dan meninggalkan passion-ku demi kesehatan jiwaku tanpa berniat memperbaikinya. The thing is, aku tidak tahu harus memulai dari mana. Memperbaiki diriku, maksudnya.

"Bella sebenarnya suka berbicara dengan klien konstruksi, menggali keinginan mereka, dan mencarikan solusi. Itu yang dulu Bella lakukan di Prima Jasa Konstruksi."

"Management Trainee salah satu caranya. Mereka akan menemukan bakatmu di Amarta," seru Mama antusias.

Ponselku bergetar di meja, menyela pembicaraan penuh godaan iman dan harga diri.

"Ma, Rindang nelepon. Bella terima dulu, ya," izinku. Segera aku tempelkan benda pintar itu ke daun telinga. "Halo Rindang Oryza Cantik."

"Hola, Isabella Amarta Cantik."

Pipiku sepertinya sedang merona gara-gara pujian kecil tadi. Lip service Rindang selalu membuatku bersemu.

"Ada apa? Lo enggak takut ditegur Pak Munir nelepon jam segini?"

"Bapak lagi meeting. Sebenarnya gue lagi curi-curi waktu aja demi nelpon elo. This news is so important sampai gue harus kasih tahu langsung ke elo."

Aku meninggikan level antisipasiku. "Apa, sih? Lo bikin gue penasaran."

"Cuddle Your Heart lagi ngadain walk in interview!"

"Cuddle Your Heart? Perusahaan apaan, tuh?" selorohku. Namanya saja tidak serius. 'Peluk hatimu'? Pekerjaan macam apa itu?

"We did talk about this before with Mas Pri at Mujaer Coffee. Cuddle Buddy. Ring a bell?"

"Owh, that kind of curhat job. Terus?"

"Mereka lagi menerima semua jurusan. Lo harus coba apply ke sana, Bells."

Lihat selengkapnya