Bayangan Matahari

Steffi Adelin
Chapter #28

Cilok Saus Kacang Kecombrang

Aku memang mulai mencurigai Bang Aryo, tapi ketika paket bunga matahari juga datang ke rumah Ibuk, kecurigaanku mulai goyah. Mungkin, memang Bang Aryo yang menyelipkan boneka beruang kutub di dalam kotak welcome kit, tapi bagaimana dengan hadiah lainnya? Boneka, sendal, seikat bunga krisan, sampai bunga matahari dan bibitnya? Dan semua paket itu datang bersamaan dengan pesan yang ditulis di dalam sepucuk kertas bergambar beruang putih.

"Seolah-olah, dia ... berada di gedung ini."

"Atau ... mengawasiku dari tempat lain."

Apa jangan-jangan Bang Aryo yang mengawasiku di suatu tempat?

Masalahnya, sejak awal Bang Aryo sudah menaruh curiga pada paket-paket itu. Dan dari analisisku, isi pesan orang misterius ini menggambarkan dia berasal dari masa laluku karena dia selalu memakai kata dulu. Terlebih ketika bunga matahari datang tidak hanya ke kantorku, tapi juga ke rumah Ibuk. Dia mengenalku dan sudah pasti juga mengenal orang-orang yang ada di dekatku. Sepertinya dia tinggal berdekatan denganku. Tapi yang bikin aku bingung, Bang Aryo juga pernah menjadi tetanggaku.

Argh, semua jadi tumpang tindih!

"Bella, lo kenapa? Bengong dari tadi. Nasi goreng kambing lo dianggurin."

Suara Edward menyentak lamunku. Aku kembali ke bumi dalam hitungan detik.

"Kalau gue tanya Bang Aryo soal isi welcome kit gue, dia bakal tersinggung nggak, ya?" Aku malah menjawab pertanyaan Edward dengan pertanyaan lain.

"Enggak. Tanya aja. Tuntaskan aja rasa penasaran lo. Dia orangnya fair, kok."

"Gue sependapat sama Edward." Mbak Lidya menyetujui.

"Abang juga setuju. Sekaligus meng-clear-kan teori Lidia tempo hari."

"Kenapa sih, perkara ada boneka atau enggak di dalam welcome kit jadi masalah?"

Sudah barang pasti Puspa tidak memahami konteks diskusi kami. Ibarat kata, Puspa datang ke dalam ruangan bioskop di pertengahan film. Wajar dia bingung dengan alur ceritanya.

"Ini persoalan hidup dan mati, Puspa." Edward menjawab dengan sangat serius.

"Hidup dan mati? Apa segawat itu?"

Apa tidak ada yang mau memberikan pencerahan untuk Puspa? Aku menghunuskan tatapan menuntut pada Edward agar dia yang mencerahkan Puspa, tapi yang dilakukan cowok ini malah cengar-cengir tidak jelas.

"Edward, kamu bikin aku bingung." Puspa pusing sendiri. "Itu Mas Aryo. Mas, sini. Bella mau tanya sesuatu."

"Ada apa?"

Setelah dia membuka kotak bekalnya, aku sempat gagal fokus karena isinya yang luar biasa. Bihun goreng seafood, nasi merah, telur dadar kentang, salmon panggang pucat yang (mungkin) hanya dibumbui perbumbuan duniawi sederhana, dan tumis brokoli. Jangan lupakan buah potong warna-warni seperti yang selalu dibawanya di hari lain.

Aku sempat dilanda ragu selama beberapa detik. Apa aku akan membuat dia tersinggung?

"Bells, kamu mau tanya apa?"

"Soal isi welcome kit Bella, Mas." Mbak Lidia mendahuluiku. Mungkin dia terlalu gemas karena aku berpikir terlalu lama.

"Kenapa sama welcome kit kamu, Bells?"

Baiklah. Here we go. "Bang, kenapa hanya aku satu-satunya karyawan yang mendapatkan boneka beruang putih dalam welcome kit?" Aku menahan napas menunggu Bang Aryo menjawab pertanyaanku.

"Ah ... itu." Bang Aryo menggaruk tengkuknya yang pasti tidak ada panu di sana. "Aku akan minta maaf terlebih dahulu kepada Nusa, Lidya, Edward, dan Pupsa kalau aku terlihat pilih kasih. Bella mendapat boneka beruang kutub karena aku tahu dia suka boneka itu dari dulu."

"Dari dulu?" Mbak Lidia membuka suara.

Lihat selengkapnya