Bayangan Takdir

Farikha Salsabilla Putri
Chapter #2

Tawanan di Istana

Pintu itu terbuka, Shapira terjatuh. Ia merasakan dinginnya lantai batu yang keras, dan aroma lumut basah langsung memenuhi rongga hidungnya. Seketika, suara-suara aneh mengelilinginya sebuah desisan yang mengancam, erangan rendah yang bergetar.

“Siapa gadis ini?” sebuah suara berat menggelegar di atasnya.

Shapira, dengan napas terengah-engah, berusaha menopang tubuhnya. Ia merasakan pandangan tajam menusuk dari segala arah. “Aku… aku tidak tahu tempat ini. Aku bukan dari sini,” ucap ia, suaranya bergetar hebat.

Seorang prajurit berwajah kasar mencengkeram lengannya. “Angkat dia! Pangeran William ingin menginterogasinya segera.”

Ia pun diseret paksa melewati lorong batu yang gelap, setiap langkahnya diiringi bisikan dan tatapan curiga dari sosok-sosok yang hanya bisa ia lihat sebagai bayangan. “Kalian siapa? Lepaskan aku!” jeritnya, panik.

“Dia mata-mata!” seru seorang prajurit. “Wajahnya … mirip sekali dengan …”

“Diam!” bentak suara berat itu lagi. “Jangan sebut namanya di sini.”

Shapira tiba di sebuah ruangan megah, berhiaskan panji-panji Astellia yang menjuntai dari langit-langit tinggi. Di depannya berdiri seorang pria gagah, rahangnya terkatup rapat, matanya sekelam jurang. William, pikir Shapira, teringat nama yang disebut dalam mimpinya.

“Lihat aku, Nona,” ujar William. “Siapa kau? Mengapa kau muncul dari Gerbang Seraphyne, tepat di hari Isolde menyerang?”

Shapira menatapnya dengan mata terbelalak. “Gerbang Seraphyne? Aku … aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Pangeran. Aku datang dari dunia lain. Aku Shapira Elizabeth Swan, seorang mahasiswa dari London.” Tangannya gemetar, tetapi matanya memancarkan keteguhan yang aneh.

“Dunia lain?” William mendengus, sorot matanya penuh keraguan. “Jangan main-main denganku. Apakah ini salah satu trik kotor Isolde? Apakah kau dikirim untuk memata-matai kami? Wajahmu… ini semua bagian dari rencana dia, bukan?” Ia mengamati Shapira dari ujung kepala sampai kaki, seolah mencari bukti kebohongan.

“Tidak! Demi dewa-dewa yang tidak pernah aku sembah, aku tidak tahu apa-apa tentang Isolde atau rencananya!” Shapira memohon, air mata mulai menggenang. “Aku terbangun dari mimpi buruk, dan pintu di kamarku membawa aku ke sini. Wajah Isolde itu, di mimpiku, mirip dengan ibuku sendiri.”

Seorang bangsawan tua di dekatnya berbisik. “Wajahnya … memang serupa. Mungkinkah dia …”

William menatap tajam ke arah bangsawan itu. “Cukup! Dia mencoba menipumu dengan cerita bodoh. Dia datang dari Gerbang yang sama. Itu terlalu banyak kebetulan, bukan?” Ia mendekat, menunduk hingga wajahnya sejajar dengan Shapira. “Kau akan bicara yang sebenarnya, atau kau akan merasakan dinginnya sel penjara kami.”

Lihat selengkapnya