Siang menuju sore, Hana mendatangi sebuah kedai kopi di daerah Kemang. Bob, teman kuliahnya yang kebetulan lagi di Jakarta mengajak Hana nongkrong-nongkrong lucu. Sebenarnya Bob ingin main ke rumah Maya karena sudah lumayan lama nggak ke sana, tapi Hana menyarankan agar bertemu di luar saja. Waktu itu, Hana menilai Maya belum siap bertemu dengan siapa pun.
Bob sudah datang duluan. Hana melempar senyum ketika melihat cowok itu duduk sendiri dan melambaikan tangan ke arahnya.
"Gue nggak bakal nanya apa kabar, kok." Sapa Bob, sesaat setelah Hana duduk. "Ini gue pesenin ice vanilla latte, kentang goreng, sama tahu cabe garam ."
"Thanks, Bob." Hana membuka tasnya, mengambil kaca kecil. "Gue kelihatan oke nggak?"
"Udah, lo kece kayak biasanya kok." Bob menjawab tanpa berpikir.
"Ini pertama kalinya gue nongkrong setelah musibah itu." Hana berterus terang. "Rasanya masih agak aneh lihat dunia luar lagi."
Bob yang bersandar santai, mengamati raut wajah Hana. Di dalam hatinya, dia selalu menaruh rasa kagum. Hana punya ketegaran di luar nalar. "Kapan gue bisa ketemu Maya? Lo berdua tega banget nggak ngabarin gue. Masa gue harus tahu dari berita."
Hana tertawa kecil. "Kecuali yang ada di TKP, semua orang tahunya dari berita kok. Termasuk keluarga gue dan keluarganya Maya. Waktu api mulai padam total, fokus gue cuma beresin, beresin, dan beresin."
Bob mengangkat jempolnya. "Begitulah Bunda kalau sejak kecil anaknya dikasih makan sayur kerikil."
Hana melempar tisu di tangannya. "Sialan lo! Omong-omong, lo ke Jakarta ada kerjaan?"
"Main aja, gue pengangguran sekarang." Bob berterus terang.
"Kenapa? Gaji lo termasuk gede loh kalau dibandingin sama posisi yang sama di perusahaan lain." Hana ingat, Bob mengepalai divisi digital marketing di sebuah perusahaan di Bandung. Bob sendiri yang bilang berapa gaji yang akan diterimanya setelah tanda tangan kontrak sekitar tiga tahun lalu.
"Awal-awal sih gue memang ngerasa gaji gue gede, tapi lama-lama gue ngerasa gaji segitu nggak sepadan sama beban kerjanya. Gue jarang libur, Han. Apalagi di hari-hari besar, pasti ada beberapa campaign yang jalan barengan." Bob mengeluh, dia cuma bisa mengeluh di depan beberapa orang saja. Maya dan Hana adalah dua dari sedikit orang itu.
"Terus rencana lo gimana?" Hana menyomot kentang gorengnya. "Mau nyari kerjaan di Jakarta? Atau ikut tes CPNS?" Hana mengulum senyum, cuma di depan Maya dia boleh tertawa karena itu.
"Gue mau nganggur dulu beberapa bulan. Kayaknya gue perlu bayar utang libur gue. Waktu kerja, lebaran aja nggak bisa libur gue." Bob menyeruput kopinya lalu menyalakan sebatang rokok. "Maya gimana sekarang?"
"Lebih baik, tapi belum cukup baik." Hana berterus terang. "Kalau lo mau ketemu, besok datang aja ke rumah ya."
"Ada yang bisa gue bantu nggak?" Bob mencomot tahu di piring Hana.
"Sebenarnya gue sama Maya lagi nyari solusi."
"Jelasin ke gue."
"Lo tahu kan kalau sobat kita yang satu itu keterlaluan mulianya?" Hana bergurau, Bob tertawa mengiyakan. "Kita butuh duit cepat buat modal kerja. Satu-satunya cara yang masuk akal adalah nagihin orang-orang yang punya utang ke Maya."
Bob mencoba memetakan masalahnya. "Susah yang ngukur peluangnya, karena yang pegang kendali bukan kalian, tapi orang-orang yang bakal ditagih."
"Lo tahu sendiri nagih utang itu perkara sulit buat Maya. Kita juga sama-sama nggak yakin ada berapa banyak orang yang mau paham sama kondisi kita dan ada berapa banyak mereka yang mau bayar." Tanpa disadari, piring di depannya sudah bersih, Hana memesan satu porsi lagi.
Bob terlihat berpikir serius. "Gue nggak bisa bantu sih kalau itu masalahnya, tapi kayaknya gue tahu orang yang tepat buat bantu kalian."
***
Selepas makan malam, Hana mencetuskan sebuah ide. Dia tahu kalau menagih utang bukan hal mudah buat orang yang nggak enakkan kayak Maya. Akhirnya, dia meminta Maya buat latihan menagih utang. Sebelum menagih yang nominalnya besar, Hana meminta Maya menagih yang nominalnya kecil dulu.
"Coba lo tagih Vera dulu, May." Usul Hana. "Nggak terlalu gede angkanya, 2 juta."
"Duh gimana ya." Maya masih terlihat ragu.
"Kalau gue lihat instagramnya sih kayaknya dia ada duit 2 juta. Ini anak nongkrong mulu kerjaannya." Hana mencoba untuk meyakinkan.
Maya cuma menatap ponselnya yang tergeletak di meja makan. Dia menggigit bibir bawahnya. "Ini gue chat dia apa gimana?"
"Jangan chat, telepon aja!" Hana mengarahkan.
"Gue harus ngomong apa?" Maya menatap Hana, dari tatapannya saja Hana sudah bisa melihat kalau Maya benar-benar clueless.