Denpasar, September 2019.
Hujan telah mengguyur kota dua hari lamanya. Banyak atap, jalan dan tumbuhan terlihat basah dan menyisakan bekas dingin sentuhan air langit. Pinggiran atap menjatuhkan air tetes demi tetes. Semak-semak rendah yang bagian bawahnya tenggelam dalam genangan air berwarna kecoklatan karena telah tercampur dengan tanah. Tiang-tiang rumah yang lembab serta pepohonan yang menyegar sebab bermandikan hujan. Debit air yang meningkat juga berhasil membuat beberapa noda dan debu tersapu bersih. Tak terkecuali noda darah yang seharusnya berada di sekitaran tubuh mayat perempuan berseragam sekolah di gedung kosong setengah jadi tersebut. Mayat itu tergeletak begitu saja tanpa penutup apapun. Seolah sang pembunuh tahu bahwa hujan akan menghapus jejak kejinya.
Polisi dan detektif bergerombol mengelilingi mayat. Bau anyir seolah tak terdeteksi di indra penciuman mereka. Rasa penasaran dan beban kerja menuntut mereka untuk tidak peduli seburuk apa kondisinya. Garis polisi telah membentang mengelilingi lokasi kejadian perkara, sekaligus membatasi para masyarakat yang berkumpul di sekitaran. Kesimpulan sementara dari penyebab kematian adalah terjatuh dari lantai tiga gedung kosong setengah jadi terbengkalai. Prediksi tersebut didasari oleh sebab ditemukan gelang di lantai tiga yang diduga milik gadis yang meninggal atau mungkin milik seseorang yang terlibat.
Situasi mulai tidak kondusif saat orang tua korban datang. Ada rasa sesak dan prihatin yang menggema di rongga hati kala wanita yang diduga ibu dari korban menangis histeris sambil berusaha menerobos garis polisi yang telah membentang mengitari lokasi kejadian. Ibu itu ingin melihat lebih dekat wajah putri malangnya, namun dicegah oleh polisi karena takut akan merusak barang bukti yang tersisa. Rumput yang basah serta bau patrikor yang menguar bercampur bau jenazah semakin memancarkan aura duka. Isak tangis terdengar tidak hanya dari sanak keluarga korban. Namun, juga beberapa dari warga yang tenggelam dalam haru.
Di lain sisi, seorang gadis berseragam sama dengan mayat yang ditemukan, terlihat gugup dan meneguk kelenjar ludahnya. Tangannya mengepal gemetar dan berakhir pergi meninggalkan lokasi kejadian. Gadis bersepatu kets warna putih tosca itu berjalan dengan cepat, seperti takut tertangkap. Sorotnya memandang sekeliling khawatir. Gadis yang berlari tidak sadar, bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan pergerakannya. Seorang gadis berkardigan hitam menatap ke arahnya. Tatapan itu terus mengikuti arah langkah. Pandangan penasaran itu berakhir saat seseorang menyentuh bahu gadis yang menatap.
“Rossa.” Seorang siswa laki-laki berseragam sama dengannya datang.