“Ada yang berhasil menyelesaikan lari marathon dalam waktu 2 jam, tetapi ada juga yang butuh waktu 3 hingga 6 jam.
Selama batas waktu 7 jam lari marathon, ada banyak drama terjadi di dalamnya.
Dan ini salah satunya.“
-------------------------
Cahya hanyalah seorang perempuan biasa yang berharap akan mendapatkan suasana seperti di dalam hutan, sunyi dan tenang. Sambil bersantai di atas tempat tidurnya, menyandarkan punggung ke dinding yang sudah ditaruh bantal supaya empuk dan nyaman. Lalu tangannya menggoreskan tinta digital di layar gadget terbarunya yang ditaruh di atas pahanya.
Mahasiswi Desain Komunikasi Visual tingkat satu ini berharap kehidupan barunya di kosan terbebas dari kebisingan seperti yang dialaminya di rumah sehingga dapat berkarya dengan tenang. Namun sayangnya, teman Cahya di tempat barunya ini tidak dapat membiarkan hal itu terjadi.
“Sarangeul haeda mian mian
nae salang.”
Lantunan lagu boyband K-Pop bernama VFX terus menggema di kamar Cahya melalui sepaker TV LED 44 inci miliknya. Afi dan Lala adalah teman kosan Cahya sekaligus penggemar berat VFX, mereka hampir setiap hari datang hanya untuk menumpang menonton nyanyian dan tarian mereka dari DVD yang dibeli lewat toko online.
“Berisiiik!” Teriak Cahya sambil menaruh pena digital di atas gadgetnya. “Mau sampai kapan kalian nonton apa ini, Ve.. ef.. ex di kamarku terus?!”
“Cahyaaa!” Bukannya merenungi diri karena sudah gangguin Cahya, Afi dan Lala justru balik marahin. “Bukan Ve-ef-ex namanya! Tapi Vi-fex!!”
Afi dan Lala ini termasuk penggemar garis keras yang tergabung dalam fandom resmi bernama Effex. Mereka paling tidak suka kalau nama boyband kesayangan mereka salah sebut.
“Salang
Mian
Salang”
Afi dan Lala pun kembali bernyanyi tanpa peduli kalau mereka berada di kamar Cahya yang ingin berkarya dengan tenang.
TV 44 inci yang dimenangkan Cahya dari undian berhadiah salah satu supermarket besar itu harusnya jadi kebahagiaan, tetapi malah jadi malapetaka baginya. Afi dan Lala yang merasa punya andil akan TV itu selalu numpang nonton di layar besar supaya bisa puas melihat idola mereka. Tiap kali Cahya minta mereka kembali ke kamarnya dan nonton di laptop, Afi dan Lala selalu menyebut bagaimana mereka yang memaksa Cahya untuk mengisi kartu undian—yang didapatnya usai belanja bulanan seharga 250 ribu dan ternyata berhasil memenangkan hadiah.
“Oppaaa... kenapa kamu ganteng sekali?”
“Eh, Afi, habis ini kita nonton drakor yang ada mereka main, yah.”
“Oh, emang sudah ada, La?”
“Iya, barusan aku cek sudah ada di situs streaming.”
“Waah, Lala memang update. Yuuk!”
Kalau di rumah Cahya suka kesal dengerin suara sinetron di TV yang disetel kencang supaya bisa didengar ibunya sambil nyetrika dan ngepel. Kini Cahya harus mendengar suara drakor, alias drama Korea di TV yang mau dia jual tapi tidak diperbolehkan Afi dan Lala.
Akhirnya Cahya lanjut menggambar di gadgetnya sambil berusaha menenangkan diri.
Sesosok makhluk bercahaya sedang duduk bersandar di pohon besar yang menjulang di antara lebatnya hutan. Cahaya putih dari sekujur tubuh makhluk itu terlihat mencolok di sekeliling hijaunya dedaunan, coklatnya batang pohon dan birunya langit. Warna-warni yang berbeda tapi terlihat menenangkan.
Sambil bersandar di dinding, Cahya membubuhkan tinta digital berwarna putih yang terakhir sebelum ilustrasi tersebut diupload cahya ke akun Instagramnya, @CahyaART.
Seluruh postingan di akunnya berisi tentang sesosok makhluk cahaya putih yang sedang berkelana di dalam hutan.
Makhluk itu berjalan di hutan ketika Cahya sedang ingin jalan-jalan.
Makhluk itu tidur menyender pada pohon besar ketika Cahya sedang ingin bersantai.
Makhluk itu berayun di batang pohon ketika Cahya sedang ingin bermain.
Makhluk itu mewakili semua yang didambakan Cahya supaya terjadi dalam hidupnya sehari-hari, tenang seperti hutan dan beratapkan langit biru cerah.