HAHAHA
Cahya merasa deja vu karena dirinya jadi bahan tertawaan pelari, walau sekarang hanya satu pelari saja yang menertawakannya. Kiki yang sempat jadi bahan cerita kenapa dia ditertawakan usai lari di CFD, justru menertawainya kali ini.
“Jadi kamu tempel-tempelin koyo ini terus kepanasan, kebakar, kesakitan sendiri. Hahaha.” Kiki tertawa terbahak-bahak sampai dilihatin orang-orang di kantin. “Untung saja kamu nggak nempelin koyo di muka, bisa ada bekas gosong kotak gitu. Hahaha.”
Cahya megangin mukanya, tapi bukan karena memikirkan ucapan Kiki melainkan menahan malu karena mereka sedang berduaan di kantin. Sewaktu Kiki mengantar Cahya ke ruang kuliah, tiba-tiba dari kejauhan terlihat Pak Nasrul meninggalkan ruangan dan diikuti mahasiswa lainnya. Ternyata kuliahnya sudah selesai, semua mahasiswa sudah tahu board game apa yang akan menjadi tugas desain masing-masing jadi tinggal dikerjakan saja. Akhirnya Cahya memutuskan untuk makan siang di kantin sebelum lanjut ke jadwal kuliah berikutnya, dan Kiki terus membantunya.
“Aduduh…” keluh Cahya. Tangan kanannya memegang sendok dengan bakso di atasnya sedangkan tangan kiri memegang kakinya yang masih terasa pegal.
“Sepertinya badanmu kaget banget yah,” kata Kiki yang sedang makan gado-gado tanpa nasi. “Kamu belum pernah lari sebelumnya?”
“Iya,” jawab Cahya. “Kemarin itu aku lari pertama kalinya, biasanya santai-santai saja di rumah.”
“Ooh, pantesan saja. Jangan-jangan kamu langsung forsir lari jauh yah?”
“Sepertinya sih, nggak ngerti juga berapa jauh. Dari mal FX terus pas di bawah flyover semanggi putar balik dan sampai bunderan putar lagi beberapa kali nyari-nyari temanku juga.”
“Wah, lumayan juga bisa lebih dari 3 kilometer itu. Untuk pelari awal pasti kaget, apalagi kalau kamu tidak pemanasan. Kamu pemanasan, nggak?”
“Pemanasan? Aku langsung lari sih, harusnya pemanasan yang bagaimana?”
“Nah kan, nggak pernah lari sebelumnya terus mulai tanpa pemanasan. Jelas saja kaget dan akhirnya pingsan terus sekarang badan sakit-sakitan.”
Cahya tertunduk malu melihat Kiki memajukan badannya karena terlalu semangat memberikan nasihat. Kiki tampak serius sekali ketika membicarakan lari.
“Eh, boleh nanya nggak?” Sahut Kiki.
“Hah? Nanya apa?” Cahya heran, bukannya daritadi juga sudah nanya-nanya.
“Kenapa kamu tiba-tiba lari?”
“Hah? Lari?”
“Mulai lari, kenapa dari yang santai di rumah tapi tiba-tiba kok lari di CFD.”
“Itu.. karena…” Cahya berpikir untuk mencari alasan lain selain karena dipaksa kedua teman kosannya yang ingin melakukan ojog, operasi joging untuk mendekatkan diri ke idola.
“Karena aapa?” Kiki menunggu jawaban sambil menatap serius Cahya.
“Itu loh…” Cahya berusaha menghindari tatapan mata Kiki dan tubuhnya yang semakin terasa mendekat. Seakan-akan meja makan yang ada di antara mereka berdua mulai hilang ditelan perasaan.
“Kalau buat ngurusin badan,” sahut Kiki sambil memperhatikan tubuh Cahya yang mungil. “Kamu sudah kurus kok, cakep lagi.”
Cahya tersipu-sipu mendengarnya.
“Kamu juga nggak kelihatan kayak orang yang lagi stres, jadi mau dihilangkan dengan berlari. Wajah kamu tampak segar dan mempesona begini.”
Cahya semakin memerah mukanya mendengar hal itu dari Kiki. Lelaki yang gemar berlari ini sebetulnya hanya mengucapkan apa yang dia lihat tanpa ada maksud apa-apa.
“Tunggu, jangan-jangan kamu mau ikutan marathon?” Tanya Kiki. “Sekarang memang lagi ngetrend sih, semua jadi ikutan marathon buat konten. Selfie sambil lari atau sekedar foto biar kelihatan kekinian.”
“Iya itu!” Jawab Cahya spontan. “Aku ingin ikut marathon sekalian buat nyari inspirasi yang kekinian.”
“Inspirasi?”
“Aku kuliah DKV, ‘desain-desain’ gitu. Jadi kadang kita harus cari inspirasi supaya karyanya bisa out of the box!” Terang Cahya sambil mengangkat kedua tangannya.
“Ooh, makanya kamu mau ikut marathon biar bisa ngerasain langsung seperti apa marathon itu lalu dituangkan dalam sebuah karya.”
“Iya, iyaa! Begitu!”
Cahya berusaha sebaik mungkin menjelaskan hal yang baru saja kepikiran olehnya, yang penting masuk akal bagi Kiki. Wajah Cahya yang kebingungan tidak terlalu dipikirkan oleh Kiki, asalkan ada yang mau ikut marathon sudah membuatnya senang.
“Kamu hari ini jam berapa selesai kuliahnya?” Tanya Kiki.
“Jam empat,” Jawab Cahya. “Memang kenapa?”
“Pas banget,” Seru Kiki. “Aku selesai kuliah juga jam empat. Nanti ikut aku yah? kita pergi naik motor.”
Cahya kaget bukan kepalang, Kiki yang ternyata satu kampus dan ambil jurusan ekonomi ini tiba-tiba ngajak ngedate?
“I.. iya.. baiklah.” Cahya menjawab pelan.
“Oke, jam empat habis kuliah kutunggu di gerbang depan! Motor matic warna merah!”
Cahya mengangguk saja karena masih tidak percaya ajakan yang tiba-tiba ini. Pikirannya masih mencoba memproses apa yang terjadi, dari penderitaan yang dialami karena berlari hingga ajakan ngedate seorang pelari. Perkenalan mereka memang sangat singkat, tapi pertemuan yang unik dan tentunya kebaikan yang dirasakan Cahya dari seorang Kiki membuatnya senang. Namun tetap saja, Cahya tidak boleh lengah. Siapa tahu Kiki ternyata orang jahat.
“Eh, sudah mau jam satu. Ayo kuantar ke ruang kuliahmu.” Kata Kiki sambil memberikan tangannya.