Be my Pacer in Marathon

Ockto Baringbing
Chapter #11

Sepatu Baru

“Tunggu-tunggu, jadi setelah kamu marahin kita karena nambah pesanan gambar tanpa persetujuan, sekarang malah kamu minta kita untuk tambah pesanan lagi?!” Ketus Afi.

“Jadi setelah dapat uang kamu juga jadi keenakan ingin dapat uang lagi?! Setelah apa yang kamu bilang ke kita kemarin itu!!” Lanjut Lala.

“Bukan begitu,” Balas Cahya lalu menunduk mengaku bersalah. “Aku tiba-tiba butuh uang lagi, bukannya jadi keenakan dapat uang! Aku serius!”

Afi dan Lala terdiam saja, mereka menatap dan melihat Cahya yang membungkuk meminta maaf.

“Jadi, kali ini karena apa? Masih tentang pacer itu?” Tanya Afi dengan nada tinggi.

Pacer dan lari marathon itu?” Lanjut Lala.

“Namanya Kiki, tapi bukan karena dia kok, aku memang mau beli sepatu baru saja. Sepatu lamaku sudah rusak soalnya.” Cahya mendongak berusaha menjauhkan Kiki dari masalah ini.

“Ya, tapi sepatunya buat lari kan?” Ketus Afi, ia menatap mata Cahya dengan tajam.

“Sepatu buat lari marathon, beda dari sepatu biasa pastinya.” Lanjut Lala.

“I.. iya sih,” Cahya memalingkan matanya. “Sepatu lama rusak gara-gara dipakai lari, jadi Kiki bilang sebaiknya beli sepatu baru khusus lari. Sekalian buat lari marathon, yang khusus begitu.”

“Tuh kaaan, benar kan kataku. Pasti gara-gara dia.” Afi menggerakan badannya dan menatap mata cahya yang berusaha menghindar.

“Kamu benar-benar melakukan yang dia minta, ya namanya lagi jatuh cinta.” Lanjut Lala.

“Beluum, ini masih pendekatan. Masih berusaha menetapkan perasaan.” Balas Cahya.

“Iya, iya... memang kapan kamu mau beli sepatu barunya?” Tanya Afi.

“Biar kita atur butuh berapa pesanan lagi.” Lanjut Lala.

“Besok aku mau ke toko sepatu bareng Kiki. Sepertinya sekalian beli supaya bisa langsung dipakai latihan, daripada larinya pakai sendal.” Cahya memalingkan mata lagi, menahan rasa malu kalau akan pergi berdua saja.

“Naah, tahu-tahu sudah ngedate saja. Terus kamu mau saja.” Afi kembali bergerak menatap mata Cahya yang kabur ke kanan dan ke kiri.

“Benar-benar dari lari bareng jadi jalan bareng.” Lanjut Lala.

“Terus tinggal merid bareng deh, aaa!!” Tiba-tiba Afi dan Lala bersemangat menggoda Cahya.

“Eh, kalian...” Cahya kebingungan melihat kedua temannya yang tadi marah tiba-tiba jadi ceria. “Jadi bagaimana?”

“Baiklah, kita bantu. Ini demi masa depanmu juga soalnya.” Kata Afi.

“Setelah pesanan tambahan kemarin selesai semua, nanti kita buka pesanan baru lagi. Tapi butuh berapa?” Lanjut Lala.

“Berapa? Tapi aku belum tahu harga sepatunya berapa...?” Keluh Lala.

“Bagaimana siiihh..”

“Kan bisa coba cari di internet dulu!”

Afi dan Lala kemudian mencoba mengecek harga sepatu lari di internet lewat handphone. Cahya ikut melihat di handphone Afi, dan mereka pun kaget bareng. Afi dan Lala langsung mengoceh.

“I.. ini 1 juta...”

“Ada yang sampai 2 juta masa..”

“Ah, yang diskonan saja bisa 600 ribu lebih.”

“Gila, mahal juga yah. Sudah kayak tiket pesawat ke Korea saja mahalnya.”

“Sama kayak harga tiket nonton konser VIP.”

Cahya sebetulnya juga kaget, tapi dia tidak bisa mengikuti perbincangan Afi dan Lala tentang Korea dan konser boyband kesayangan mereka.

“Ya sudah, kita ambil harga tengahnya saja. Aku akan membeli sepatu seharga 1,2 juta. Jadi tolong buka pesanan gambar seharga itu.” Sela Cahya.

“Oke, siap.” Balas Afi.

“Segera laksanakan.” Lanjut Lala.

“Tapi sebelumnya, aku boleh pinjam uang kalian dulu buat beli sepatunya.” Cahya kembali membungkukkan badan memohon.

“Baiklah, demi teman.” Kata Afi.

“Yang penting nanti dikerjakan dengan baik pesanannya, oke?!”

“Siap! Dan terima kasih.” Balas Cahya sambil mengacungkan jempol.

***

Kantin di kampus yang dipenuhi mahasiswa menyantap makanan atau sekedar minum santai, di pojok ada perempuan yang sibuk menggambar seperti biasa. Biasanya perempuan itu menggambar sendirian saja, tapi kali ini ada dua orang yang temannya yang menemani.

Lihat selengkapnya