Be my Pacer in Marathon

Ockto Baringbing
Chapter #12

Core Training

Beda.

Ia terus menatap kakinya yang terlihat berbeda dari biasanya. Memang sebelumnya sudah bercahaya, tapi kali ini pancaran sinarnya terlihat begitu indah. Tangan makhluk lain telah membuatnya menjadi tampak bersinar terang.

Beda.

Ia terus menatap kakinya yang terasa berbeda dari biasanya. Memang sebelumnya sudah biasa menyentuh rumput, tapi kali ini rumputnya terasa empuk. Tangan makhluk lain telah membuatnya merasakan sensasi rileks.

Beda.

Ia terus melangkahkan kakinya yang terangkat berbeda dari biasanya. Memang sebelumnya sudah sering melangkah, tapi kali ini kakinya terangkat enteng. Tangan makhluk lain telah membuatnya menjadi ringan seperti daun.

Makhluk cahaya putih itu berlari dengan terus mengagumi kakinya yang berbeda dari biasanya, ringan, rileks, bercahaya indah. Senyum pun terpancar dari tiap langkah kakinya dan membuatnya semangat berlari.

Seri terbaru makhluk bercahaya kemudian diupload ke @CahyaART setelah selesai digambar. Cahya menggambarnya begitu sampai di rumah, ia mengeluarkan sepatu dari kotaknya dan menaruhnya di atas kasur lalu mulai menggoreskan tinta digital.

“Ciee.. Sepatu baru nih yeee...” Goda Afi dan Lala.

“Jadi bagaimana kemarin, kenapa pulangnya malam?” Tanya Afi.

“Nggak mungkin beli sepatu doang bisa sampai malam pulangnya, pasti ada yang lain kan?” Lanjut Lala.

“Iyaa,” Cahya berusaha melepaskan diri dari Afi dan Lala yang mendekatinya supaya cerita. “Aku ngajak Kiki makan malam, aku traktir sebagai ucapan terima kasih sudah bantu cariin sepatu lari.”

Afi dan Lala semakin mendekatkan kepalanya ke mata Cahya. Rasa penasaran terpancar dari mata mereka berdua, dan Cahya tahu itu.

“Kita cuman makan di fast food saja kok, bukan restoran gimana gitu. Kalian tahu sendiri kan bagaimana kondisi keuanganku.”

Cahya sudah berusaha menceritakan, tapi Afi dan Lala masih menatap dengan penuh penasaran. Begitu penasarannya sampai Cahya harus mundur ke belakang.

“Kita cerita-cerita saja sedikit, eh kebanyakan aku yang cerita sih. Tapi ceritanya juga karena Kiki yang nanya.”

Afi dan Lala masih menatap penasaran.

“Jadi Kiki nanya bagaimana progres latihanku, apakah sudah oke training plan yang dia buat? Apakah terlalu berat, jadi kubilang sudah oke kok. Dan aku sudah mengerti, easy run itu artinya lari santai yang penting kilometernya tercapai, 3 kilo, 4 kilo, sesuai jadwal. Steady + Sprints itu berarti Steadynya lari pelan tapi stabil kecepatannya dan diselingi sprint, lari cepat selama 1 atau 2 menit tergantung instruksi Kiki di Soemantri. Soalnya kadang malah jadi sprint 100 atau bahkan 200 meter. Lalu di hari minggu ada long run, lari jarak jauh di CFD. Dan yang terpenting, tiap minggu ada target berapa kilometer yang harus ditempuh dengan berlari. Tiap minggu jumlah kilometernya terus bertambah, awalnya 18 kilo dalam seminggu, terus 24 kilo dan sampai 48 kilo. Oh iya, fartlek itu..”

“Ya ampun Cahyaaa...” Keluh Afi. “Kita nggak butuh cerita kamu tentang latihan lari.”

“Iyaa..” Lanjut Lala. “Lari itu urusan beda lah, jadi kamu ngapain saja waktu berduaan?”

“Sudah kok itu saja,” Jawab Cahya, ia kembali mundur hingga terpentok dinding kamarnya. “Ngomongin latihan lari, Kiki senang dengan progresku. Terus kita pulang, aku diantar sampai kosan sama Kiki. Habis itu dia pamit pulang.”

“Sudah gitu saja?” Ketus Afi.

“Selesai dianter kamu nggak ngapain dulu gitu?” Lanjut Lala.

“Nggak,” Balas Cahya. “Memang mau ngapain lagi? Aku sudah bilang terima kasih dan dadahin dia sampai pergi.”

“Penonton kecewa.” Keluh Afi.

“Haduuhh... Cahya....” Lanjut Lala.

“Ya sudah kalian nonton konser lagi saja biar nggak kecewa sama ceritaku.” Cahya kesal dan kemudian menyalakan TVnya.

“Oppa!!”

“Kyaa!!”

Afi dan Lala spontan langsung mengalihkan perhatiannya ke idola mereka di TV layar besar itu. Cahya langsung lega karena mengira rintangan sudah selesai.

 “Cahya, walau kami kecewa dengan ceritamu. Jangan lupakan gambar pesanan dari grup Efex yah.” Afi mengatakannya tanpa menengok, tapi suaranya sudah cukup membuat Cahya merasa diserang.

“Iya, ingat kamu punya hutang ke kita.” Lanjut Lala. “Kami akan ada di sini terus sampai hutangnya lunas.”

Cahya langsung menggambar lagi, ia tahu hutangnya terasa berat. Karena ternyata sepatu yang dia beli harganya mencapai 1,5 juta rupiah. Untungnya Cahya memegang uang sebanyak itu, Afi memang sengaja meminjamkan uang sampai 2 juta rupiah untuk berjaga-jaga.

Sepatu berhasil dibeli dan sisanya terpakai untuk mentraktir Kiki, Cahya kini punya beban untuk melunasinya.

Lihat selengkapnya