Be my Pacer in Marathon

Ockto Baringbing
Chapter #13

Jatuh

“Terima Kasih buat teman-teman yang sudah datang ke acara ORA.CFD, lari bersama Team ORA di CFD.” Tony sebagai salah satu pendiri Team ORA memberikan kata sambutan di depan para peserta seperti biasa.

“Sesuai permintaan teman-teman di akun medsos kami, dimana kita selalu membuka request mau diadakan kelompok pace berapa untuk lari di CFD. Kali ini ada kelompok pace 9, 8, 7.30 dan 7. Silahkan teman-teman nanti ikut kelompok sesuai permintaan, dan tentunya kemampuan fisik masing-masing.”

Para pelari yang kebanyakan masih pemula ini memperhatikan dengan seksama. Kebanyakan dari mereka malah baru pertama kali lari di CFD, mereka tahu acara ini dari akun @team.ora yang memang biasa memposting ajakan untuk lari bersama di CFD. Peserta di CFD biasanya lebih banyak daripada yang lari selasa dan kamis di Soemantri. Biasanya dikarenakan hari kerja, jadi start lari di jam 19.30 terasa terlalu cepat. Banyak yang terjebak macet serta belum selesai pulang kantor. Untungnya kuliah Cahya umumnya selesai paling lama jam 17.00 jadi bisa segera berangkat ke Soemantri.

“Dan seperti yang sudah kita umumkan di akun medsos, kita akan mengadakan program latihan menuju Jakarta marathon. Tiap minggunya kita akan menambah jarak lari hingga puncaknya 30 kilometer, sebagai persiapan untuk lari full marathon sejauh 42 kilometer. Jadi bila ada teman-teman yang sudah daftar full marathon di jakarta marathon nanti, bisa terus ikut latihan long run bersama kita di CFD. ORA itu Our Running Association, Asosiasi lari milik kita bersama, jadi jangan ragu untuk datang dan ikut lari bersama kita. Hari ini kita akan berlari sejauh 12 kilometer, sekarang saya minta Rachel untuk memimpin pemanasan.” Tony kemudian memberikan waktu kepada Rachel untuk berbicara.

“Oke teman-teman,” Seru Rachel. “Pertama-tama dongakkan kepala ke atas. Satu.. dua...”

Setelah hitungan kedelapan, Rachel mengubah gerakan dengan menoleh ke samping kanan. Semua orang di situ segera mengikutinya dan tiap orang mendapatkan giliran untuk menghitung dari satu sampai delapan.

Setelah selesai melakukan pemanasan, semua bergerak menuju pacer yang diinginkan sesuai kemampuan. Cahya segera bergerak menuju barisan depan, tepat di belakang pacer. Ia berharap bisa berlari di belakang Kiki seperti biasanya, tapi tidak ketemu. Cahya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari, dan ternyata Kiki ada di kelompok sebelah.

“Loh, kamu lagi ada di pace 8?” Tanya Cahya ke Kiki.

“Bukannya kamu biasa pace 8? Kenapa jadi ada di 7.30?” Balas Kiki.

“Kan aku sudah bilang ingin menambah kecepatanku, supaya bisa finis lebih cepat.” Keluh Cahya, ia merasa sedih karena tidak berada dalam satu kelompok dengan Kiki. Tidak bisa lari bersama dengannya.

“Oh iya, yah. Tapi aku sudah bilang bakal tugas di sini.” Kiki merasa tidak enak, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan.

Sebelum mulai berlari, Tony sudah mengatur siapa-siapa saja anggota Team ORA yang menjadi pacer tiap kelompok. Makanya Kiki tidak bisa seenaknya pindah kelompok, ada tiga orang yang bertugas tiap pacenya.

“Mau tukar kelompok sama aku?” Tanya Aryo. Dari tadi Aryo mendengar percakapan mereka, karena ia berdiri di depan Cahya yang diharapkan adalah Kiki.

“Eh, boleh?” Kiki langsung senang.

“Iya, aku nggak masalah. Ya sudah yuk, sebelum mulai lari.”

“Oke.”

Aryo juga yang ikut lari sama Kiki waktu Cahya salah mengira pacer adalah pacar. Dan sejak itu dia selalu memperhatikan kedekatan mereka berdua, jadinya ia pun rela berganti posisi.

“Laaah, kok jadi pindaah?” Beberapa perempuan di pace 8 mengeluh melihat Kiki pindah.

“Kalau mau, kalian pindah juga saja ke pace 8.” Kata Aryo santai.

“Nggak bisa...” Seru para perempuan tadi. “Yang ada nanti kami malah kehabisan nafas dan nggak kuat lari lagi ngikutin pace 7.30, jadinya ditinggalin.”

“Makanya tetap di sini kalau begitu.” Balas Aryo lagi santai, dia tidak terlalu peduli dengan keluhan para perempuan yang lari hanya karena pacernya ganteng. Tapi entah kenapa dia merasa ada yang berbeda dengan Cahya, ia berhasil membuat Kiki berubah.

Aryo langsung mengajak pacer 8 untuk mulai berlari dan diikuti para pelari di kelompoknya. Perempuan yang tadinya mengeluh akhirnya tetap berlari di kelompoknya Aryo.

Cahya sempat mendengar keluhan tadi, tapi ia tidak terlalu peduli karena sudah bersemangat ketika Kiki berdiri di depannya dan siap memimpin lari bersama. Cahya memegang dahinya sebelum mulai berlari, ia merasa agak panas. Mungkin karena kena sinar matahari, pikir Cahya tanpa sadar kalau langit masih agak gelap dan berawan.

“Ayuk,” Teriak Kiki ke pacer yang lain dan juga para pelari di kelompoknya.

Kelompok pace 7.30 pun mulai berlari, Cahya dan pelari lainnya mengikuti aba-aba kiki sebagai pacer mereka.

Team ORA berlari sesuai kelompoknya di CFD, melewati kerumunan orang-orang lain yang sedang bejalan santai atau hanya sekedar menikmati jalanan Jakarta tanpa mobil. Berbagai macam jenis anjing berlarian ditemani majikannya, ada yang malah bermalas-malasan dan hanya ingin bersantai di rerumputan di bawah simpang susun semanggi. Anjing-anjing itu pun jadi objek foto para street photographer dan juga orang-orang yang ingin mengelus bulu mereka yang tebal dan menggemaskan.

Selain Team ORA, ada banyak orang yang berlari di CFD sendirian dan juga ada yang bersama komunitas lari lainnya. Ada yang berhasil dibalap Cahya bersama kelompok pace 7.30, menandakan dirinya yang sudah semakin kuat berlari dibanding waktu pertama lari di CFD.

 “Hebat,” Seru Kiki. “Kamu sudah bisa mengikuti kita terus di pace 7.30.”

“Hehehe, ini semua berkat Kiki sebagai pacer juga.” Balas Cahya.

“Kalau begini sih sudah bukan pacer lagi hitungannya, tapi Kiki itu coach kamu.” Sela Nadya, salah satu pacer 7.30. “Pelatih, karena dia membantu kamu bisa mencapai pace segini. Dari 8 menit per kilometer jadi bisa 7 menit 30 detik per kilometer, itu sudah kemajuan loh.”

Mereka sedang berada di tempat yang mereka jadikan water station pertama, di bawah flyover semanggi yang ada banyak pedagang minuman. Pelari yang tidak membawa minuman bisa membeli dulu supaya tidak kehausan.

“Terlalu berat kalau mau dibilang coach, aku masih begini saja.” Kiki merendah.

“Yah, kalau bukan coach apalagi? Tiap minggu kamu melatih dia terus sampai akhirnya bisa menaikkan pacenya.” Balas Nadya.

Coach yah..” Gumam Nadya. “Yah, mau coach atau pacer tidak masalah. Tapi hari ini kan dia sedang jadi pacer aku.”

“Iya juga sih.” Nadya memutar-mutar tutup botol minumannya memikirkan perkataan Cahya.

“Sudahlah, itu tidak terlalu penting. Ayo kita lari lagi, waktu istirahat sudah selesai.” Kata Kiki.

“Baiklah.”

Kelompok pace 7.30 mulai berlari lagi, Cahya buru-buru mengikuti Kiki supaya tidak ada yang merebut posisinya berlari di belakang sang pacer idola.

Lihat selengkapnya